Gelombang PHK Industri Tekstil, BI: Permintaan Turun, Bahan Baku Sulit, Marak Impor Ilegal..
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 26 Juni 2024 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah Ndari Surjaningsih angkat bicara soal fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil belakangan ini.
Menurut Ndari, PHK di industri tekstil dilakukan karena pabrik kesulitan memperoleh bahan baku dan penurunan permintaan.
"Kondisi global kan belum pulih, bisa ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mereka yang belum bisa lebih cepat. Ada juga di beberapa negara yang laju ekonomi masih lambat," ujar Ndari, di sela Update Informasi dan Perkembangan Ekonomi Regional Jateng, di Semarang, Selasa, 25 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, gelombang PHK dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki sebenarnya tidak lepas dari penurunan kinerja komoditas TPT akibat jebloknya permintaan dari negara-negara buyer di luar negeri.
Apalagi, menurut Ndari, kondisi global yang belum pulih dan adanya memanasnya permasalahan geopolitik. Masalah geopolitik seperti perang Rusia dengan Ukraina yang tak kunjung usai, misalnya, juga turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia.
Lebih jauh, Ndari membeberkan sejumlah negara mengalami inflasi tinggi, terutama di negara tujuan ekspor membuat permintaan terhadap produk tersebut menjadi lesu. Hal ini langsung memukul industri di Jawa Tengah yang merupakan eksportir utama TPT dan alas kaki ke kawasan Eropa maupun Amerika Serikat itu.
Dalam catatannya, Ndari menyebutkan, ekspor TPT dan alas kaki dari Jateng pada tahun 2023 ke Eropa telah turun 24 persen. Hal serupa juga terjadi pada ekspor ke negara Abang Sam.
Tak hanya itu, industri TPT juga kesulitan memperoleh bahan baku untuk produksi. Akibatnya, kata Ndari, produktivitas industri terpengaruh dan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja.
Produsen alas kaki di Indonesia yang masih harus mengimpor kebutuhan bahan bakunya, menurut Ndari, juga berhadapan dengan kebijakan pemerintah membatasi impor. "Butuh impor tapi ada kendala mendatangkan bahan baku. Sedangkan di sisi lain, ada impor ilegal yang masuk."
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah sebelumnya menyebutkan setidaknya 7.437 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) seiring tutupnya sejumlah perusahaan di wilayah tersebut pada tahun ini.
Beberapa perusahaan yang melakukan PHK itu di antaranya adalah industri garmen, seperti PT Semar Mas Garmen di Boyolali, PT Cahaya Timur Garmindo di Pemalang, kemudian PT S. Dupantec di Kabupaten Pekalongan.
Adapun jumlah pekerja yang di-PHK pada tahun ini hampir sama dengan tahun 2023 lalu yang mencapai 8.588 pekerja, seperti PT Tanjung Kreasi di Temanggung, PT Bamas Satria Perkasa (Purwokerto), PT Delta Merlin di Sukoharjo (tekstil). Bahkan, pada tahun lalu ada perusahaan tekstil yang masih beroperasional turut melakukan PHK, yakni PT Apac Inti Corpora di Bawen yang pada 2023 melakukan PHK sebanyak 1.000 karyawan.
Pilihan Editor: 6 Perusahaan Tekstil Besar Gulung Tikar dan 7.000 Pekerja Terdampak, Pengusaha: Industri TPT Tinggal Menghitung Hari