Penjelasan PT MHU soal Anak Tewas di Kolam Pascatambang Batu Bara 2015 Silam
Reporter
Adil Al Hasan
Editor
Aisha Shaidra
Senin, 24 Juni 2024 05:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Perusahaan tambang batu bara PT Multi Harapan Utama (MHU) menjelaskan insiden tewasnya seorang anak berusia 15 tahun di kolam pascatambang yang berlokasi di Dusun Bukit Raya, Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara, pada 15 Desember 2015 silam.
Penjelasan ini merupakan respons PT MHU atas dicatutnya peristiwa itu dalam siaran pers organisasi masyarakat sipil, POKJA 30 Kalimantan Timur, tentang izin tambang untuk ormas yang terbit pada Rabu, 19 Juni 2024. Dalam berita itu, POKJA 30 meminta pemerintah untuk memperhatikan dampak izin tambang untuk ormas, di antaranya soal potensi pelanggaran hak asasi dan konflik antar-masyarakat.
Compliance and Public Affairs Manager PT MHU Achmad Fuad Abdul Rozak mengatakan pada hari peristiwa itu terjadi anak bernama Mulyadi itu mendatangi kolam pascatambang. Dia menyebut Mulyadi mendatangi kolam itu bersama tujuh temannya. “Dengan masih mengenakan seragam sekolahnya datang ke lokasi kolam pascatambang melalui jalan kampung dan melakukan aktivitas di dekat kolam pascatambang tersebut,” kata Fuad saat dihubungi pada Jumat, 21 Juni 2024.
Fuad bercerita ketika itu Mulyadi melompat ke kolam hingga tak muncul lagi sekitar pukul 11.30 WITA. Melihat peristiwa itu, Fuad menyebut tujuh teman Mulyadi akhirnya meminta tolong kepada warga sekitar. “Dengan bantuan tim Rescue (Badan Penanggulangan Bencana Daerah/ BPBD) dari Tenggarong dan didukung tim dari MHU, Mulyadi dapat ditemukan sekitar pukul 15.15 WITA dalam kondisi meninggal dunia,” kata dia. Usai dievakuasi, jenazah Mulyadi dibawa ke Rumah Sakit Umum Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Fuad mengklaim PT MHU sebelumnya telah menempuh berbagai upaya untuk menjaga keamanan wilayah kolam pascatambang itu. Dia menyebut PT MHU telah memasang rambu peringatan, sosialisasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan setempat. “Sosialisasi tersebut memberikan informasi tentang keberadaan kolam bekas lubang tambang, risiko serta hal-hal lain yang harus dihindari,” kata Fuas. Langkah ini diklaim agar masyarakat paham atas risiko keamanan dan tidak melakukan aktivitas di sekitar kolam pascatambang.
Usai peristiwa pada 2015 silam itu, Fuad mengklaim PT MHU meningkatkan upaya untuk menjaga keamanan kolam pascatambang. Dia menyebut upaya itu ditempuh dengan cara berkoordinasi dengan para pihak setempat. “Untuk meningkatkan keamanan kolam pascatambang dan menghindari potensi risiko lain yang muncul dari kegiatan tambang, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak dilakukan kegiatan penambangan,” kata dia.
Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Pemerintah Diminta Perhatikan Dampak hingga Konflik Antar-Masyarakat
Organisasi masyarakat sipil, POKJA 30 Kalimantan Timur, menilai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang memberi izin pertambangan kepada ormas keagamaan berpotensi menimbulkan konflik di lingkar tambang. POKJA 30 Kalimantan Timur menyebut konflik masyarakat itu bakal terjadi khususnya di wilayah adat yang ada ormas kesukuan. “Khususnya di wilayah adat yang notabenenya terdapat Ormas Kesukuan,” kata Koordinator POKJA 30 Kalimantan Timur, Buyung Marajo, dalam keterangan tertulis pada Rabu, 19 Juni 2024.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024. Dalam aturan baru ini, terdapat tambahan Pasal 83A yang memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang sebelumnya merupakan area eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Buyung menyebut izin tambang ini juga akan berdampak pada aktivitas pertambangan yang lebih luas. Buyung mencontohkan, dalam beberapa kasus yang pernah ia tangani, aktivitas pertambangan meluas hingga merusak fasilitas publik. Dampaknya, kata dia, pemerintah daerah harus mengeluarkan anggaran negara untuk membiayai perbaikan dan rehabilitasi fasilitas publik yang rusak itu.
Dia menyebut pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan, terutama memberi izin tambang kepada ormas keagamaan. “Karena bisa menimbulkan kerugian besar di masa depan dan tidak memberikan keadilan lintas generasi, konflik sosial juga tidak terelakan terutama antar-masyarakat,” kata dia.
Berdasarkan catatan POKJA 30, terdapat sejumlah intimidasi dan kekerasan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. Buyung menyebut salah satunya pernah dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal (PT KPC). PT KCP, kata Buyung, pernah berbuat kekerasan dan melanggar hak asasi manusia kepada warga dayak Basap Keraitan di Bengalon, Kalimantan Timur. “Mereka dipaksa pindah dari kampungnya dengan diintimidasi,” kata Buyung.
Selain itu, kekerasan juga pernah dilakukan oleh PT Multi Harapan Utama (PT MHU) pada 2016 silam. Ketika itu, Buyung bercerita perusahaan tambang batu bara yang mendapat izin ini menewaskan anak. “Tewasnya anak di lubang tambang di Kutai Kartanegara pada 2015 juga menjadi catatan tersendiri.,” kata Buyung.
Selain intimidasi dan pelanggaran hak asasi manusia, pencemaran lingkungan akibat tambang juga pernah terjadi. Buyung menyebut salah satu pelakunya adalah PT Indominco Mandiri (PT MI). Perusahaan ini, kata Buyung, pernah membuang limbah pertambangan di kawasan hutan lindung dan mencemari Sungai Santan. “Pemerintah kemudian memberikan denda sebesar Rp 2 miliar, tetapi kerusakan yang dialami masyarakat jauh dari itu,” kata dia.
Oleh karena itu, Buyung menyebut masyarakat di lingkar pertambangan ini akan menjadi korban kembali atas hasil atas hasil aktivitas ekstraktif ini. Dia menyebut kelompok masyarakat yang rentan ini juga tak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. “Mereka juga akan menjadi kelompok rentan baru setelah industri tambang ini hengkang dari wilayahnya,” kata dia.Menurut Buyung, dari aneka dampak buruk pertambangan bagi masyarakat, pemberian izin untuk ormas keagamaan akan memperparah kondisi kelompok rentan ini. “Akan menjadi puzzle pelengkap dari kutukan sumber daya alam yang berlimpah yaitu, kelompok masyarakat akan bertikai dengan kelompok masyarakat lainnya,” kata dia.
Pilihan editor: Izin Tambang untuk Ormas Agama, Pemerintah Diminta Perhatikan Dampak hingga Konflik Antar-Masyarkat