Peneliti CIPS Nilai Program Makan Siang Gratis Ancam Kualitas Pendidikan Nasional
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Grace gandhi
Kamis, 7 Maret 2024 09:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menanggapi soal pembiayaan program makan siang gratis dari dana Badan Operasional Sekolah (dana BOS). Peneliti CIPS Sharfina Indrayadi menilai program yang diusung oleh Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) itu dapat mengancam kualitas pendidikan nasional.
"Penggunaan Dana BOS untuk program ini tentu akan mengubah pengalokasian dana untuk program-program yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan," ujar Sharfina lewat keterangan tertulis kepada Tempo, Rabu, 6 Maret 2024.
Ia menjelaskan, dampak paling utama rencana itu dapat berdampak terhadap pembagian alokasi dana komponen lainnya yang dapat dibiayai oleh BOS. Menurut dia, penggunaan Dana BOS untuk makan siang gratis dikhawatirkan memunculkan pergeseran atau pengalihan dana yang tujuan awalnya difokuskan untuk mendukung ketersediaan akses dan peningkatan kualitas pendidikan.
Untuk itu, menurut Sharfina, pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh dan menghitung dampaknya terhadap alokasi dana untuk program lainnya. Ia menekankan evaluasi juga dibutuhkan untuk menentukan seberapa besar pengurangan dana yang akan terjadi pada anggaran program-program lain, serta sejauh mana prioritas diberikan pada program makan siang gratis ini dibandingkan dengan program lain.
Sebelumnya, Tim Pemenangan Prabowo-Gibran yang menyarankan penggunaan Dana BOS Afirmasi untuk program makan siang gratis ini. Namun, CIPS menilai hal itu perlu dipertimbangkan lebih mendalam karena Dana BOS Afirmasi dirancang untuk memperhatikan unit sekolah, tenaga pendidik, dan pelajar yang berada dalam kondisi rentan, terutama dari segi geografis wilayahnya.
Selanjutnya: "Agak sulit jika menggunakan dana BOS Afirmasi...."
<!--more-->
"Agak sulit jika menggunakan dana BOS Afirmasi untuk program makan siang gratis," kata Sharfina. Sebab, target dana BOS Afirmasi tidak untuk seluruh sekolah, melainkan sekolah yang khususnya berada di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Terlebih, ia menilai, implementasi dana BOS selama ini juga belum optimal. Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), di tahun 2020, alokasi Dana BOS Reguler sebesar Rp50 triliun, BOS Afirmasi sebesar Rp2 triliun, dan BOS Kinerja sebesar Rp1,2 triliun.
Dalam penggunaan BOS Reguler saat ini, kata Sharfina, mayoritas dialokasikan untuk pembayaran gaji guru dan tenaga pendidik yang bekerja secara honorer. Tetapi, CIPS menilai anggaran pendidikan saat ini belum optimal untuk meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki fasilitas sekolah dan meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Dari segi infrastruktur pun, ia mencatat masih banyak sekolah yang membutuhkan bantuan Dana BOS untuk memperbaiki ruang kelas yang rusak. Misalnya pada 2020-2021, lebih dari 50 persen unit sekolah di jenjang SD dan SMP masih mengalami kerusakan.
Menurut Statistik Pendidikan 2022, sekitar 1,2 juta bangunan SD masih mengalami kerusakan. Meskipun jumlah ruang kelas yang rusak berat telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021, namun jumlah ruang kelas yang dalam keadaan baik juga mengalami penurunan dan terjadi di semua tingkat pendidikan.
Selanjutnya: Oleh karena itu, Sharfina menggarisbawahi, penggunaan dana BOS....
<!--more-->
Oleh karena itu, Sharfina menggarisbawahi, penggunaan dana BOS masih sangat diperlukan khususnya untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Ia menegaskan dana BOS seharusnya diarahkan terutama pada peningkatan aksesibilitas dan mutu pendidikan, terutama dalam konteks ketimpangan yang masih signifikan di Indonesia.
Kendati demikian, CIPS menilai program makan siang gratis merupakan hal yang penting jika sasarannya pada penanganan stunting. Tetapi Sharfina menyarankan dana untuk program itu sebaiknya dialokasikan melalui anggaran lain. Misalnya dana desa yang memang sudah memiliki fokus pada program stunting.
Dalam pelaksanaannya pun, kata Sharfina, juga perlu ada kejelasan dalam pembagian anggaran dana BOS, mengingat banyaknya guru, terutama guru honorer yang sangat bergantung pada dana BOS.
Menurut Sharfina, perlu transparansi dalam menetapkan bagaimana alokasi dana itu diperuntukkan, sehingga dapat memberikan kepastian bagi para penerima manfaat. Selain itu, ia menekankan pentingnya pelibatan berbagai pemangku kepentingan termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), Kepala Sekolah, guru, bahkan orang tua murid dalam implementasi kebijakan terkait BOS.
CIPS juga mendorong pemerintah nantinya memperkuat kolaborasi dengan stakeholder terkait untuk memastikan kebutuhan dan kondisi lokal dalam alokasi dan pelaksanaan program BOS. Sehingga, dapat mencapai dampak yang lebih efektif dan inklusif bagi masyarakat setempat.
Pilihan Editor: Ragam Promo Shopee Menjelang Lebaran: Gratis Ongkir hingga Diskon Tiket Transportasi