Dilaporkan Bahlil ke Dewan Pers, Pemred Tempo: Berita Kami Mematuhi Kaidah Jurnalistik
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Agung Sedayu
Selasa, 5 Maret 2024 14:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasa, menegaskan bahwa karya jurnalistik yang diterbitkan Tempo selalu melalui proses kerja yang proper. Setri merespons tudingan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menyebut sebagian informasi yang dibuat Majalah Tempo dalam laporan investigasi "Main Upeti Izin Tambang" mengarah pada fitnah.
"Tempo selalu mematuhi kaedah jurnalistik," kata Setri, Selasa, 5 Maret 2024.
Setri menjelaskan, produk investasi yang digarap Tempo telah melalui proses kerja berlapis. Seluruh sumber yang disebut dalam tulisan juga mendapat kesempatan untuk menjelaskan. Ia mengatakan hal itu penting untuk memenuhi asas keberimbangan.
"Terkadang, banyak narasumber tidak menggunakan kesempatan yang diberikan," kata dia.
Laporan investigasi "Main Upeti Izin Tambang" dimuat di Majalah Tempo Edisi 4-10 Maret 2024. Tempo juga menyiarkan podcast Bocor Alus Politik berjudul "Dugaan Permainan Izin Tambang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia" pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Dalam laporan investigasi tersebut disampaikan, Bahlil mencabut izin usaha pertambangan dan perkebunan yang tak produktif dengan alasan untuk memperlancar investasi. Rencana pencabutan itu dimulai pada Mei 2021 dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.
Akan tetapi, pencabutan izin usaha itu membuat banyak pengusaha tambang resah. Sejak Oktober 2023, Tempo menemui lebih dari sepuluh pengusaha tambang nikel secara terpisah. Menolak disebutkan namanya dengan alasan menjaga keberlangsungan bisnis, para pengusaha itu menceritakan pengalaman masing-masing.
Sebagian dari mereka mengaku izin usaha pertambangannya telah dicabut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Menurut para pebisnis itu, kebijakan pencabutan izin dilakukan tebang pilih dan tidak memiliki kriteria yang jelas. Mereka pun mendapat informasi bahwa izin perusahaan Bahlil tetap berlaku meski tak produktif.
Keresahan para pengusaha tambang sesungguhnya telah muncul saat Bahlil Lahadalia menjadi Kepala Satuan Tugas Penataan Lahan dan Penataan Investasi pada Januari 2022. Sebulan kemudian, Satgas tiba-tiba membatalkan izin usaha pertambangan tapi para pengusaha yang izinnya ditarik hanya menerima pemberitaan lewat surat elektronik.
Para pengusaha juga bercerita, orang di sekeliling Bahlil meminta upeti untuk menghidupkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dicabut. Besarannya Rp 5-25 miliar. Informasi ini dibenarkan tiga kolega Bahlil. Namun, mereka enggan menyebutkan nama orang kepercayaan Bahlil yang meminta duit tersebut.
Selain meminta imbalan untuk menghidupkan kembali IUP, orang-orang di sekitar Bahlil juga meminta saham perusahaan yang izinnya dibatalkan. Besarannya 30 persen.
Kepala Biro Hukum Kementerian Investasi Rilke Jeffri Huwae mengaku mendapat informasi serupa dari sejumlah pengusaha. "Pernah ada pengusaha datang ke saya dan mengeluh soal permintaan fee," ujarnya.
Tempo telah berupaya mengkonfirmasi masalah ini ke Bahlil. Namun, Bahlil tidak menanggapi pesan dan panggilan telepon Tempo. Ia juga tak membalas surat permintaan wawancara yang dikirim dua kali ke kantor dan rumah dinasnya.
Akan tetapi, setelah laporan itu tayang, Bahlil justru melaporkan dua karya jurnalistik Tempo ke Dewan Pers pada Senin, 4 Maret 2024. Stafsus Menteri Investasi Tina Talisa mengatakan Bahlil menyayangkan karya jurnalistik yang menurut dia tidak memenuhi kode etik jurnalistik. Bahlil, kata Tina, merasa dirugikan dengan konten podcast dan pemberitaan tersebut.
"Pak Menteri Bahlil keberatan karena sebagian informasi yang disampaikan ke publik mengarah kepada tudingan dan fitnah, juga sarat dengan informasi yang tidak terverifikasi," kata Tina melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Maret 2024.
Tina mengklaim informasi itu yang disampaikan Tempo tidak akurat dan belum terverifikasi. Walhasil, menimbulkan kesan negatif pada Bahlil dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Karena itu pihaknya menggugat ke Dewan Pers. "Sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pengaduan sengketa pemberitaan diatur Dewan Pers untuk mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik," ujarnya.
RIRI RAHAYU | TIM INVESTIGASI MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Serikat Guru Tolak Prabowo Alihkan Dana BOS untuk Makan Siang Gratis: Tidak Berpihak pada Pendidikan