RUU Perkoperasian Harus Disahkan Tahun Depan, Menteri Teten: Kalau Tidak, Jadi Bom Waktu
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Grace gandhi
Kamis, 21 Desember 2023 20:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian harus disahkan tahun depan. Apalagi revisi ketiga dari UU Nomor 25 Tahun 1992 itu sudah selesai dan disepakati Komisi VI DPR RI. Bahkan, kata Teten, Surat Presiden atau Surpes Nomor R-46/Pres/09/2023 tanggal 19 September 2023 kepada Ketua DPR.
"Revisi UU Perkoperasian sangat krusial karena kalau tidak segera dibenahi, ini akan jadi bom waktu," kata Teten dalam di Gedung Smesco Indonesia pada Kamis, 21 Desember 2023.
Menurut Teten, selama ini banyak koperasi simpan pinjam (KSP) bermasalah karena koperasi tumbuh besar, tapi pengawasannya masih bersifar internal. Musababnya, Kemenkop UKM tidak punya kewenangan mengawasi. Dalam revisi UU itu, Teten mengusulkan agar ada pengawasan eksternal untuk koperasi.
"Lalu, ada LPS (lembaga penjamin simpanan) untuk koperasi," ujar Teten. "Ini sangat mendesak. Karena itu, kami terus sampaikan kepada pimpinan DPR untuk segera diprioritaskan."
Sebelumnya, Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim menyebutkan ada tujuh hal yang menjadi fokus pemerintah dalam RUU Perkoperasian. Fokus pertama, modernisasi kelembagaan dan usaha koperasi agar dapat kompatibel dengan perkembangan zaman. Kedua, perlunya rekognisi bahwa koperasi dapat menjalankan usaha di berbagai lapangan usaha.
Menurut Arif, koperasi dapat memilih lapangan usaha sesuai dengan pilihan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memiliki 1.790 pilihan. "Sehingga, koperasi memiliki keleluasaan tumbuh besar di berbagai lapangan usaha," kata Arif Rahman Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite IV DPD RI, di Jakarta, Senin 13 November 2023.
Selanjutnya: Fokus ketiga, harus ada afirmasi pada koperasi sektor riil....
<!--more-->
Fokus ketiga, harus ada afirmasi pada koperasi sektor riil agar menjadi penopang dan penggerak utama ekonomi masyarakat. Pasalnya, kata Arif, koperasi di sektor pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengolahan, pariwisata, dan sebagainya, saat ini kurang berkembang. Padahal, sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang besar serta menyumbang nilai tambah yang tinggi.
Fokus keempat, pemurnian dan penguatan usaha simpan pinjam koperasi agar berbasis jati diri. Ia berujar UU Perkoperasian perlu mengatur tentang standar tata kelola yang baik, sebab usaha simpan pinjam tergolong usaha dengan risiko tinggi.
Kelima, pendirian dua lembaga penyangga usaha simpan pinjam. Di sini, kata dia, keberadaan Lembaga Pengawas Independen menyaratkan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota. Sebab, efektivitas penegakan hukum dapat dilakukan ketika dana anggota dijamin lembaga tertentu, seperti pada industri keuangan dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Keenam, merekognisi dan mengatur tentang keberadaan lembaga dan profesi pendukung dan penunjang perkoperasian sebagai suatu ekosistem terpadu. Dia mencatat sda setidaknya 21 lembaga dan profesi yang terlibat dalam membangun koperasi.
"Untuk itu pemerintah mengoordinasikan sinergi penyelenggaraan ekosistem perkoperasian melalui perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pembinaan dan pemberdayaan koperasi," katanya.
Fokus ketujuh adalah peningkatan pelindungan anggota dan badan hukum koperasi melalui penerapan sanksi pidana. Arif mengatakan hal itu diperlukan karena banyak terjadi penyelewengan dan penyimpangan koperasi yang merugikan anggota.
RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Blue Bird Investasi Rp 250 Miliar di IKN, Jokowi: Ada Taksi Listrik, Mobil Rental Listrik..