TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan Perseroan mengatakan banyak masyarakat yang salah paham soal harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

“Ini sebetulnya bukan mau bela diri, tapi Pertamina itu sangat dirugikan dengan BBM bersubsidi,” ujar Ahok dalam acara Podcast Depan Pintu (PDP) Episode 29 yang diupload melalui YouTube Kaesang Pangarep by GK Hebat, 6 Oktober 2023.

Saat ini, misalnya, Pemerintah hanya membolehkan perseroan menombok subsidi BBM sebesar Rp 1.000 per liter. “Kalau harga minyak naik, Presiden bilang harga BBM ngga boleh naik,” kata Ahok.

Komut Pertamina itu kemudian membandingkan dengan perusahaan swasta yang juga menjual bensin. Ketika harga minyak dunia naik, maka harga BBM yang dijual perusahaan tersebut akan ikut mengalami kenaikan. “Pertamina ngga naikin. Lalu kami ngapain? Ya nombok,” katanya.

Kalau sudah terdesak, kata Ahok, barulah Pemerintah membolehkan untuk menaikkan harga. “Nah kalo sampe udah kepepet pemerintah boleh naikin, karena khawatir nggak bisa nutupin,” ujarnya.

Sebagai informasi, Perseroan pada awal Oktober lalu kembali mengumumkan kenaikan harga untuk BBM nonsubsidi. Setidaknya terdapat lima jenis BBM yang mengalami kenaikan harga yakni Pertamax, Pertamax Green 95, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Per 1 Oktober 2023, penyesuaian harga BBM ini juga berlaku di berbagai wilayah, salah satunya DKI Jakarta. Melansir dari laman resmi Pertamina, Harga BBM Pertamax di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) naik menjadi Rp 14.000 per liter.

Kemudian, harga Pertamax Turbo naik menjadi Rp 16.600 per liter, begitu pula dengan Pertamax Green 95 yang naik menjadi Rp 16.000 per liter. Adapun harga Dexlite turut naik menjadi Rp 17.200 per liter dan Pertamina Dex menjadi Rp 16.900 per liter.

Di luar BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Solar tidak mengalami perubahan harga. Harga Pertalite dan Solar masing-masing masih tetap Rp 10.000 dan Rp 6.800 per liternya.

Pilihan Editor: Terpopuler Sepekan: Konsesi HGU Nyaris 2 Abad di IKN Dikritik Keras, Biaya Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Minimal Rp 700 T