Soal Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Guru Besar UI Ingatkan Masalah Pembebasan Lahan
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 9 Oktober 2023 15:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Sutanto Soehodho mengingatkan beberapa hal dalam rencana proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Salah satunya adalah isu pembebasan lahan yang tidak mudah, terlebih untuk trase atau jalur kereta yang melalui kota yang sudah berkembang.
“Hal itu sering menjadi potensi penghambat pembangunan strukturnya,” ujar Sutanto melalui pesan WhatsApp pada Senin, 9 Oktober 2023.
Menurut Sutanto, meski jalur dibangun secara elevated (di atas permukaan tanah), tapi tetap ada penyesuaian jalur untuk mempertahankan kecepatan kereta yang tinggi. Ditambah pembebasan lahan untuk stasiun dan transit oeriented development atau TOD (pengembangan kawasan berorientasi transit).
“TOD harus menjadi bagian pembangunan kereta cepat untuk mencapai nilai keekonomiannya serta keberlangsungannya atau sustainability-nya,” tutur Sutanto.
Selain itu, dia menambahkan, kereta cepat juga membutuhkan teknologi tinggi baik dari aspek hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) yang belum dimiliki baik oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI maupun PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA secara mandiri. Terutama dari sisi sumber daya manusianya.
Oleh sebab itu, membangun kereta cepat secara mandiri masih diperlukan waktu dan biaya yang besar untuk realisasi secara penuh dan mandiri. “Salah satu aspek besar dalam operasi kereta cepat adalah unsur keselamatan atau safety issue yang high standard,” ucap Sutanto.
Dia juga mengatakan rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya via Pantai Utara (Pantura) bakal lebih ekonomis dibandingkan dengan via Pantai Selatan. Karena, kata dia, sesuai tujuan untuk menghemat nilai waktu perjalanan bianisserta aktivitas sosial yang rutin dan bernilai ekonomi tinggi.
“Jalur Pantura memiliki beberapa kota yang lebih berkembang secara aktivitas ekonomi,” ujar Sutanto.
Sehingga, jika kereta cepat dibangun via Jalur Pantura, penumpang/ridership akan lebih banyak, sehingga membuat proyek lebih layak secara ekonomi dan finansial. Di samping itu, Jalur Pantura juga memiliki medan geografis yang lebih bersifat datar, bukan bukit atau pegunungan.
“Sehingga biaya pembangunan fisik bisa lebih ditekan karena tidak diperlukan konstruksi terowongan bawah tanah atau tunnel yang mahal,” ucap Sutanto.
Sementara itu, Kolaborasi Departemen Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berhasil mengembangkan rancang bangun dan protote kereta cepat untuk rute Jakarta-Surabaya.
Selanjutnya: Ketua Tim Peneliti Rancang Bangun dan ...
<!--more-->
Ketua Tim Peneliti Rancang Bangun dan Prototipe Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Agus Windharto mengungkap proses pengembangannya.
Agus yang juga Dosen Departemen Desain Produk Industri ITS menceritakan proses pengembangan prototipe itu dimulai pada 2019. Kala itu dia mendapatkan Pendanaan Riset Inovatif Produktif (Rispro) dari LPDP untuk melakukan rancang bangun dan prototyping kereta cepat Indonesia.
Adapun pendanaannya diberikan selama tiga tahun, dan baru berhasil dirampungkan di tahun 2022. Nilainya sebesar Rp 4,895 miliar.
“Namun karena ada Covid-19 kita sempat diperpanjang dan sekarang sudah selesai dari sisi lini kemudi yaitu mulai dari ujung depan sampai ujung belakang, bagian luar dan bagian dalam,” ujar dia dikutip dari akun YouTube LPDP RI, Senin, 9 Oktober 2023.
Dalam video berdurasi lima menit dua detik itu, diperlihatkan pula rancang bangun dan prototipe kereta cepat. Lingkup riset ini termasuk pengerjaan desain envelope cabin dan kokpit. Juga studi human factors engineering dan ergonomis, pengujian aerodinamis, serta perancangan dan pengujian struktur carbody.
Menurut Agus, dari sisi teknologi jika melihat kecepatan, selama ini perkeretaapian Indonesia kecepatannya antara 80-120 kilometer per jam. Sehingga, jika melihat rute Jakarta-Surabaya dengan Argo Bromo Anggrek sebelumnya 12-13 jam, kini bisa ditempuh dengan 8 jam. Namun, dengan kereta cepat ini seandainya diimplementasikan waktu tempuhnya hanya 3 jam 40 menit.
“Puncak dari suatu industri perkeretaapian itu adalah ketika dia bisa membuat dan merancang kereta cepat,” kata Agus.
Jadi, dia berujar, dengan kereta cepat yang digarapnya itu, akan terjadi akselerasi penguasaan teknologi, baik di pihak perguruan tinggi sebagai peneliti, BRIN sebagai mitra penelitian lembaga riset dan pengujian, serta PT INKA sebagai manufaktur. Sehingga, kata Agus, Indonesia akan memiliki lompatan teknologi dengan masuk ke domain kereta cepat ini.
Pada bagian narasi akhir video dijelaskan bahwa proses produksi kereta cepat itu dilakukan oleh PT INKA. Bahkan disebutkan pula bahwa kereta cepat ditargetkan rampung diproduksi pada 2025, untuk selanjutnya melakukan uji coba pada 2026.
Pilihan Editor: 5 Perbandingan Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan Shinkansen Jepang, Berikut Perbedaannya