Revisi UU IKN Disahkan Paripurna DPR, Simak 8 Alasan Penolakan PKS
Reporter
Defara Dhanya Paramitha
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 3 Oktober 2023 14:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan melalui rapat paripurna ke-7 yang digelar di gedung DPR/MPR, Jakarta, hari ini, Selasa, 3 Oktober 2023.
Melalui rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan tujuh dari sembilan fraksi di DPR setuju dengan revisi UU tersebut. Adapun ketujuh fraksi tersebut antara lain, fraksi PDIP Perjuangan, fraksi Partai Golkar, fraksi Gerindra, fraksi Nasdem, fraksi PKB, fraksi PAN, dan fraksi PPP. Selain itu, DPD RI juga menyatakan telah setuju untuk meneruskan pembahasannya pada tingkat II ini.
“Satu fraksi yaitu fraksi Demokrat menyatakan menyetujui dengan catatan. Kemudian ada satu fraksi lagi, yaitu fraksi PKS, yang menyatakan menolak untuk meneruskan pembahasannya pada pemilihan tingkat dua,” ujar Ahmad Doli.
Fraksi PKS menolak revisi UU tersebut utamanya karena pembangunan IKN berpotensi memperberat beban APBN, menambah utang negara, dan dapat menjadi masalah bagi pemerintahan ke depan.
Terdapat delapan poin yang menjadi alasan PKS menolak Undang-undang ini. Simak delapan poin alasan tersebut berikut ini.
Pertama, perihal kedudukan IKN sebagaimana tercantum dalam pasal 6. Menurut PKS, penggunaan istilah secara geografis dan astronomis masih terdapat kekeliruan dan perlu diperbaiki.
Kedua, soal kewenangan khusus yang diberikan kepada otorita IKN sebagaimana tertera pada pasal 12 ayat 1. Pada pasal dan ayat itu diatur Otorita IKN diberikan kewenangan khusus atas urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan persiapan pembangunan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN, kecuali oleh peraturan undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan absolut.
Fraksi PKS, kata Ahmad Doli, konsisten dengan pandangan sebelumnya bahwa ketentuan ini sejatinya tidak boleh bertentangan dengan prinsip negara kesatuan, sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat 1 dan prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah.
Selanjutnya: "Sebagaimana yang diatur dalam..."
<!--more-->
"Sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945,” ujar Ahmad Doli. Menurut PKS, adanya klausul yang memberikan kewenangan kepada Otorita IKN ini dapat berpotensi terjadinya abuse of power dengan dalih kewenangan khusus tersebut.
Ketiga, perihal kedudukan otorita IKN dalam pengelolaan aset IKN.
Keempat, soal tata kelola pemberian hak atas tanah otorita dalam kawasan IKN.
Kelima, perihal peraturan jangka waktu hak atas tanah yang semakin bertambah panjang untuk Hak Guna Usaha (HGU) bertambah menjadi 90 tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi 95 tahun.
“Hal ini jelas menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal yang memanjakan investor," kata Ahmad Doli. "Sebaliknya, pemerintah justru abai terhadap kepentingan rakyat luas dan tidak sesuai dengan semangat yang tertera dalam UU Agraria tahun 1960 yang menyatakan bahwa pemberian hak dilakukan secara bertahap dan bersyarat."
Terlebih soal konsensi waktu hampir dua abad lamanya ini tidak disertai mekanisme kontrol berupa pemberian sanksi dan pencabutan hak dan evaluasi yang jelas kepada pemegang HGU dan HGB.
Keenam, soal dengan pendanaan untuk persiapan pembangunan dan pembinaan IKN serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibukota nusantara.
Ketujuh, perihal pendanaan atau pembiayaan utang IKN.
Kedelapan, soal persiapan pembangunan pemindahan dan penyelenggaraan peta IKN menjadi program prioritas nasional.
Dengan demikian, fraksi PKS melalui Ketua Komisi II DPR RI itu menyatakan menolak revisi UU IKN karena khawatir akan menjadi masalah bagi pemerintahan berikutnya.
Pilihan Editor: Sederet Dampak Pemberian HGU Selama 190 Tahun untuk Investor IKN