Sepertiga Penduduk RI Bergantung pada Pertanian, CIPS: Waktunya Memperbaiki Kesejahteraan Petani
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Martha Warta Silaban
Minggu, 27 Agustus 2023 12:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menyoroti soal kesejahteraan petani di Indonesia. Ia mengungkapkan hampir sepertiga penduduk Tanah Air bergantung pada sektor pertanian. Karena itu, Aditya menilai menyejahterakan petani seharusnya menjadi salah satu prioritas Indonesia.
"Sudah waktunya kita memperbaiki kesejahteraaan petani dengan lebih efektif," ucap Aditya dalam keterangannya kepada Tempo, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Menurut dia, hingga saat ini program pemerintah dalam menyejahterakan petani masih jauh dari tercapai. Pasalnya, kebijakan yang ada didasarkan pada pengukuran tingkat kesejahteraan yang kurang tepat.
Adapun Nilai Tukar Petani (NTP) yang hingga kini digunakan sebagai tolak ukur utama kesejahteraan petani Indonesia. Ia menilai NTP kurang mencerminkan pendapatan riil dan tingkat kesejahteraan petani. Sebab, NTP tidak mengikutsertakan berbagai faktor seperti pekerjaan sampingan, aset pribadi, dan lainnya.
Dengan demikian, menurut Aditya diperlukan pemaknaan kesejahteraan yang lebih tepat. Dia menggarisbawahi kelemahan dalam penggunaan indikator kesejahteraan petani perlu diakhiri.
"NTP yang digunakan sekarang ini hanya membandingkan harga-harga, bukan pendapatan dan biaya hidup petani yang sebenarnya,” kata Aditya.
Penghitungan dengan NTP, tutur Aditya, belum sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan petani. Musababnya, kenaikan maupun penurunan harga hasil pertanian mereka tidak serta merta berarti pengingkatan pendapatan petani.
Saat ini, upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani dipandu kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produksi. Ditambah penyediaan bantuan sosial atau jaring pengaman, subsidi, dan bantuan berupa uang, bahan pokok, pendidikan maupun kesehatan.
Selanjutnya: Kesejahteraan petani seharusnya dipandang sebagai outcome<!--more-->
Menurutnya, diperlukan pemaknaan kesejahteraan petani yang lebih komprehensif. Artinya, pemaknaan yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan petani dan keluarga mereka dengan lebih tepat dan sesuai dengan konteks geografis, komoditas yang diusahakan, ketersediaan sumber penghidupan sampingan, serta faktor sosio-ekonomi lainnya.
Kesejahteraan petani, kata Aditya, seharusnya dipandang sebagai outcome dari hasil interaksi antara faktor-faktor kontekstual, sumber-sumber penghidupan (livelihood) dan aset, faktor kebijakan dan institusi, serta strategi penghidupan.
Dia menilai rangkaian kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraaan petani masih memiliki banyak kelemahan. Antara lain karena subsidi, selain distortif, juga hanya mampu sebatas memastikan petani dapat bertahan hidup, tetapi tidak mendorong peningkatan kesejahteraan yang signifikan.
Di sisi lain, ia mengungkapkan pemberian bantuan peralatan besar dan mesin juga biasanya diberikan bukan kepada individu melainkan kepada kelompok tani atau desa. Sehingga mediasi oleh institusi sosial yang berwenang berpotensi memberikan akses yang lebih besar kepada petani atau warga desa dengan status sosial tertentu.
"Di lain pihak, efektivitas bantuan langsung sosial dalam memberikan jaring pengaman bagi petani dan keluarganya mereka bergantung pada data penerima yang akurat," ucapnya.
Di beberapa kasus, tuturnya, program bantuan sembako, yang menggunakan e-warong sebagai saluran distribusi terbatas, sarana penyaluran seringkali kemudian dianggap mematikan usaha petani beras pasaran sembako setempat.
Karena itu, ia menegaskan peningkatan kesejahteraaan petani sebaiknya dilakukan melalui berbagai instrumen kebijakan. Hal ini membutuhkan indikator yang tepat, yang dapat menggambarkan dengan akurat perkembangan kesejahteraan petani.
Pengukuran tingkat kesejahteraan petani pun, menurut Aditya, seharusnya turut mempertimbangkan berbagai sumber penghidupan petani yang lain. Serta sifat pendapatan dari usaha tani musiman, aset yang dimiliki petani dan keluarga mereka, serta sumber daya lainnya.
Pilihan Editor: Imbas El Nino, Kepala Bappenas Ungkap Pendapatan Petani Turun 9 hingga 26 Persen