Pemerintah Masih Utang Subsidi Minyak Goreng Rp 344 Miliar ke Pengusaha Retail, Begini Duduk Perkaranya
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 19 Agustus 2023 12:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia atau Aprindo menyatakan pemerintah hingga kini belum membayar utang subsidi minyak goreng atau rafaksi senilai Rp 344 miliar. Oleh sebab itu, para pengusaha retail yang terdampak mengancam akan memotong tagihan minyak goreng kepada distributor dan produsen.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan pemotongan tagihan yang berjalan akan dilakukan melalui mekanisme business to business (B2B). Hal itu untuk menggantikan nilai rafaksi minyak goreng yang belum dibayar.
"Pemotongan hingga distributor atau produsen migor memberikan talangan pembayaran rafaksi kepada peretail," kata Roy dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 18 Agustus 2023.
Seperti apa duduk perkara soal utang subsidi minyak goreng ini sebenarnya?
Adapun utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peretel menjual minyak goreng Rp 14 ribu per liter pada awal tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 42 ribu gerai yang menerapkan harga tersebut meskipun pemasok membanderol di atas Rp 14 ribu.
Menurut Roy, dampak aksi pemotongan tagihan kepada distributor atau produsen minyak goreng ini akan memicu kelangkaan pasokan di Tana Air. Sebab, kemungkinan pasokan akan dikurangi dan distribusinya akan dihentikan pasokannya oleh produsen serta distributor kepada toko atau gerai peretail.
Langkah berat ini, ujar Roy, menjadi langkah alternatif sebelum pada akhirnya Aprindo akan membawa kasus ini ke jalur hukum. Sebagai langkah akhir, ia menegaskan pihaknya akan membawa permasalahan rafaksi minyak goreng melalui gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Roy mengaku merasa terabaikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam penyelesaian masalah rafaksi minyak goreng ini. Dia menilai pemerintah telah menjadikan para pengusaha retail sebagai korban yang menanggung kerugian atas kebijakannya.
Selanjutnya: Adapun perintah negara kepada peretail untuk ...
<!--more-->
Adapun perintah negara kepada peretail untuk memberikan subsidi selisih harga minyak goreng kala itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 dan 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pengusaha retail sepakat memenuhi penugasan itu karena pemerintah berjanji akan mengganti selisih harga tersebut dari uang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun utang tersebut tak kunjung dibayar lantaran Kemendag telah mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Garfa Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
"Kami tidak akan berhenti dan menyerah serta tidak takut atau mundur dalam memperjuangkan “HAK” Rafaksi kami,” kata Roy.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan pemerintah tengah mendalami kasus ini. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun telah selesai mengaudit soal utang Rp 344 miliar. Sayangnya, Isy enggan membeberkan hasil audit tersebut.
Ia mengatakan ada perbedaan jumlah besaran utang yang disebutkan oleh pihak pengusaha dan hasil verifikasi surveyor independen, Sucofindo. Alhasil, pemerintah meminta BPKP untuk mengaudit utang subsidi minyak goreng ini, sehingga Kemendag akan memberikan keputusan sesuai dengan hasil legal opinion (LO) dari BPKP.
Pada Juli lalu, Isy mengaku telah menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenkopolhukam Mahfud MD untuk membahas soal utang rafaksi minyak goreng ini ini. Rencananya, pemerintah akan mengadakan rapat kembali sebelum menemui Aprindo.
Pilihan Editor: Kejagung Sebut Pemerintah Harus Bayar Utang Minyak Goreng ke Peritel, Wamendag: Masih Dikomunikasikan