Faisal Basri: Perbanyak SPKLU Lebih Mendesak Dibanding Subsidi Kendaraan Listrik
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Senin, 22 Mei 2023 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik kebijakan subsidi kendaraan listrik yang diberlakukan pemerintah. Kebijakan itu dimulai pada 1 April 2023, di mana untuk pembelian sepeda motor listrik baru mendapat subsidi senilai Rp 7 juta. Sedangkan untuk pembelian mobil listrik baru Rp 80 juta.
Menurut Faisal Basri, seharusnya pemerintah fokus terlebih dulu pada pengembangan aksesibilitas kendaraan listrik. “Seperti memperbanyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) terutama di luar ibu kota,” ujar dia dalam diskusi daring pada Ahad, 21 Mei 2023.
Faisal Basri menjelaskan inisiatif itu akan lebih meningkatkan minat terhadap kendaraan listrik dari pada hanya sekadar memberikan subsidi untuk pembelian ataupun konversi kendaraan listrik. Karena, kata dia, negara-negara lain lebih mengutamakan aksesibilitas mobil listriknya.
“Jadi negara ikut campur menyediakan infrastruktur untuk charging. Itu yang oke. Masalahnya di sini isi bensin gampang, charging mobil susah. Itu yang perlu dibenahi,” ucap Faisal Basri.
Selain itu, pemerintah juga seharusnya memberikan kemudahan bagi pemilik kendaraan listrik. Faisal Basri mencontohkan, misalnya seperti meniadakan berlakunya kebijakan ganjil-genap untuk mobil listrik.
Dia pun mengaku pesimistis pemerintah akan memberikan kebijakan-kebijakan tersebut. Karena, Faisal Basri berujar, hal itu tidak menguntungkan. Dia juga menilai kebijakan subsidi kendaraan listrik dilakukan karena ada kepentingan pejabat.
“Kalau kebijakan-kebijakan itu, Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) dan Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) dapat apa? Kan nggak dapat apa-apa. Listriknya PLN yang menyediakan, ini saya sudah pernah bilang sebelumnya ini bisnis rente,” kata Faisal Basri.
Selanjutnya: Data Analyst Continuum Indef....
<!--more-->
Data Analyst Continuum Indef Wahyu Tri Utomo mengungkap bahwa hubungan kedua tokoh itu dengan isu subsidi kendaraan listrik sempat ramai dibicarakan di media sosial Twitter. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik menggunakan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter.
Wahyu membeberkan salah satu unggahan pengguna Twitter yang banyak mendapatkan respons dari pengguna lainnya. “Akun @ZAEffendy yang mendapatkan retweet cukup banyak di Twitter menyampaikan bahwa subsidi mobil listrik ini ada kemungkinan menjadi bancakan ‘peng-peng’,” ujar dia.
Lantas Wahyu mencoba mencari makna dari ‘peng-peng’ di Google Seacrh. Ternyata, kata dia, istilah itu kerap digunakan untuk menyebutkan seseorang yang mempunyai kekuasaan sekaligus menjadi pengusaha.
“Jadi pejabat yang mempunyai bisnis,” kata Wahyu. “Itu akhirnya memunculkan kecurigaan dari masyarakat bahwa jangan-jangan subsidi itu adalah untuk yang ‘peng-peng’ itu sendiri. Bukan untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Itu jadi salah satu topik yang cukup hangat dibahas di media sosial terkait penolakan akan subsidi listrik ini.”
Wahyu menjelaskan bahwa Indef telah menganalisis 18.921 data pembicaraan di Twitter dari 15.139 akun pada 8-12 Mei 2023. Alasan mengambil data dari Twitter, kata dia, karena merupakan platform yang representatif untuk menangkap aspirasi, kritik, ataupun masukan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan isu sosial, politik, atau kebijakan dari pemerintah.
Hasilnya adalah dia menemukan bahwa 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut. Alasannya, kata Wahyu, salah satunya karena masyatakat menilai bahwa pembeli mobil listrik bukan orang yang butuh subsidi.
Pilihan Editor: Minta Dukungan Presiden Yoon Suk Yeol, Jokowi Harap Perusahaan Korsel Realisasikan Investasi di RI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini