Tembakau Disetarakan dengan Narkoba di RUU Kesehatan Menuai Protes
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Selasa, 9 Mei 2023 09:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau RUU Kesehatan yang menempatkan tembakau pada kelompok zat adiktif mendapatkan protes dari sejumlah pihak. Di Pasal 154 RUU Kesehatan menyebutkan tembakau disejajarkan dengan zat adiktif lain, seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol.
Sejumlah protes ini muncul dari Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) dan Perhimpunan dan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Lantas, apa kata mereka? Berikut pernyataan keduanya yang dihimpun Tempo.
LBM PBNU minta aturan dihapus
Forum diskusi antar-ahli keilmuan Islam di PBNU, LBM PBNU, menolak dan meminta agar pengaturan soal tembakau dihapus total dalam RUU tersebut. Penolakan ini disampaikan setelah LBM PBNU menggelar bahtsul masail yang diikuti para kiai dan nyai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat pada Sabtu, 6 Mei 2023.
"Kami menolaknya," kata Ketua LBM PBNU Mahbub Ma'afi, seperti dikutip dari Tempo, Senin, 8 Mei 2023.
Menurut Ma'afi, aturan soal tembakau cukup diserahkan ke aturan yang saat ini sudah berlaku saja. Ketentuan yang dimaksud yaitu Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Sikap resmi dari LBM PBNU ini akan segera tertuang dalam rekomendasi yang tengah mereka susun. "Satu dua hari ini akan selesai," kata dia.
Lebih lanjut, LBM PBNU menilai pasal tersebut secara tidak langsung akan menjadikan para petani tembakau dan seluruh pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai seorang kriminal layaknya penanam ganja, pemakai, atau bahkan pengedar narkoba.
Tak hanya itu, ruang-ruang yang tersedia bagi buruh, pekerja, dan ekosistem IHT dikhawatirkan akan semakin menyempit.
"Penyempitan ruang gerak serta stigmatisasi buruk sebagai dampak yang dikhawatirkan dari adanya RUU Kesehatan ini berbanding terbalik dengan kontribusi IHT terhadap beberapa sektor ekonomi strategis negara,” demikian pernyataan sikap LBM PBNU.
Selanjutnya: P3M: RUU Kesehatan ancam petani tembakau
<!--more-->
P3M: Mengancam petani tembakau
Sebelumnya, P3M juga menilai RUU Kesehatan 2023 mengancam para petani tembakau dan ekosistem IHT. Para petani tembakau dan ekosistem IHT akan tertimpa stigma penguras dana kesehatan dan dituding sebagai penyebab kematian apabila Pasal 154 tentang ruang lingkup zat adiktif pada hasil olahan tembakau RUU Kesehatan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Lebih parahnya akan mendapat label sebagai pelaku kriminal, layaknya para penanam ganja, pemakai atau bahkan pengedar narkoba," kata P3M dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 April 2023.
Perhimpunan yang dibentuk oleh para kyai pengasuh pesantren dan beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) tahun 1980-an ini menilai nasib pilu para petani tembakau akan semakin suram.
Pemerintah semakin terkesan mengkriminalisasi para petani tembakau. Padahal petani tembakau adalah salah satu penyumbang devisa dalam negeri. Petani tembakau memiliki kontribusi menggerakkan tata niaga tembakau, hingga mampu menyumbang sekitar Rp 218 triliun bagi APBN terhitung per 2022-2023.
Oleh karena itu, para petani dan perwakilan asosiasi petani tembakau menolak dan menuntut penghapusan beberapa poin dalam pasal 154 RUU Kesehatan. Sikap ini disampaikan dalam sesi focus group discussion (FGD) yang melibatkan para pihak atas inisiatif Lembaga P3M.
Pasal kontroversial lain adalah ayat (5) pasal 154 yang berbunyi, “produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (d) dan huruf (e) harus memenuhi standar dan atau persyaratan Kesehatan”.
Selanjutnya: Bukan diperlakukan sama dengan narkoba
<!--more-->
Bukan diperlakukan sama dengan narkoba
Tempo menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi soal penolakan PBNU ini, namun belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril memastikan pemerintah tidak lantas menyamakan perlakuan tembakau dan juga alkohol dengan narkotika serta psikotropika. Maksud dari pengelompokan tersebut hanya dikaitkan dengan zat adiktif yang memiliki unsur ketergantungan jika dikonsumsi.
"Pengelompokan tersebut bukan berarti tembakau dan alkohol diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika di mana kedua unsur tersebut ada pelarangan ketat dan hukuman pidananya," katanya dalam keterangan tertulis 14 April lalu.
"Narkotika dan psikotropika diatur dalam Undang-Undang khusus. Tembakau dan alkohol tidak akan dimasukkan ke dalam penggolongan narkotika dan psikotropika karena berbeda undang-undangnya," lanjut dia.
Syahril juga membantah kemungkinan pelarangan dan pidana tembakau serta alkohol disamakan dengan ganja dan lainnya. Pengelompokan tembakau dan alkohol sebagai zat adiktif disebutnya juga sudah ada dalam UU Kesehatan yang saat ini berlaku, sehingga tidak benar jika tembakau dan alkohol akan diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika melalui RUU Kesehatan Omnibus Law.
MUTIA YUANTISYA | FAJAR PEBRIANTO
Pilihan editor: LBM PBNU Tolak Pengaturan Tembakau di RUU Kesehatan yang Disetarakan dengan Narkoba
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.