Wamenkeu Beberkan Transaksi Janggal Rp 22 Triliun yang Berkaitan dengan Pegawai Kemenkeu dan Korporasi
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 31 Maret 2023 19:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membeberkan transaksi janggal yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan korporasi senilai Rp 22 triliun. Nilai tersebut sudah termasuk dalam transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
“Dari Rp 22 triliun itu, Rp 18,3 triliun berkaitan dengan korporasi yang disebut perusahaan cangkang (dalam rapat PPATK, Mahfud, dan Komisi III DPR RI). Sementara Rp 3,3 triliun terkait pegawai Kemenkeu yang berkaitan dengan mutasi, promosi, panitia seleksi yang ada pegawai dari Kemenkeu yang diminta dari PPATK,” ujar Suahasil dalam Media Briefing Perkembangan Isu Kemenkeu Terkini di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 31 Maret 2023.
Suahasil itu juga menyebutkan bahwa korporasi itu adalah perusahaan yakni PT A, PT B, PT C, lalu ada PT D dan PT E, serta PT F. “PT D dan PT E ternyata perusahaan perseorangan, jadi seperti orang pribadi,” kata Suahasil.
Lebih lanjut, Suahasil merinci transaksi debit kredit operasional masing-masing perusahaan. Untuk PT A nilai transaksinya Rp 11,38 triliun, yang informasinya diminta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu pada Februari 2022 atas kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan karena ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pemeriksa pajak.
“Pemeriksa pajaknya diminta datanya yang terkait, muncul nama PT A. Kita lihat transksinya Rp 11,38 triliun periodenya 2017-2018. PT A ini ternyata punya beberapa rekening,” ucap dia.
Rekening tersebut kemudian dibuka satu per satu dan dianalisis. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ditemukan aliran dana ke rekening pegawai atau keluarganya. Serta tidak ditemukan aliran dana ke rekening orang yang berkaitan dengan pegawai Pajak tersebut. Data tersebut berasal dari PPATK.
“Jadi kalau ada informasi dari PPATK, itu belum tentu detail dan jadi kasus. PT A ini adalah perusahaan perkebunan. Ini punya lima rekening dan lima-limanya dibuka, tidak ditemukan ada aliran,” ujar Suahasil.
Kemudian PT B nilai transaksinya Rp 2,76 triliun. Perusahaan ini jika dilihat dari rekap adalah PMA (penanam modal asing). Data itu diminta Itjen Kemenkeu untuk diaudit investigasi atas dugaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu. “Perusahan ini bergerak di bidang otomotif, bukan cangkang.”
Selanjutnya, PT C nilai transaksinya Rp 1,88 triliun. Datanya diminta Itjen Kemenkeu ke PPATK pada 2015 untuk pengawasan internal atas dugaan adanya benturan kepentingan. Menurut Suahasil, PT C ini juga merupakan perusahaan yang memiliki kegiatan sesungguhnya di bidang penyedian data, bukan perusahaan cangkang.
Untuk perusahaan perseorangan PT D dan PT E nilainya Rp 2,22 triliun, yang berkaitan dengan pengumpulan penerimaan negara atas inisiatif PPATK dan dilakukan analisis. Bahkan orangnya pun berinisial D kelahiran 1930-an , Suahasil berujar, sudah wafat.
Selanjutnya: Sedangkan untuk PT F nilai transaksinya...
<!--more-->
Sedangkan untuk PT F nilai transaksinya sebesar Rp 452 miliar. Data ini atas permintaan Itjen Kemenkeu terhadap dugaan adanya penyimpangan pengadaan dan potensi dugaan gratifikasi. Di dalamnya ada 14 rekening dan dilakukan pendalaman satu persatu. Perusahaan ini bergerak dibidang jual beli barang.
“Itu semua transaksi korporasi yang tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu,” ucap dia.
Suahasil juga menuturkan bahwa pada dasarnya data transaksi janggal yang ramai dibicarakan itu sama dengan yang dijelaskan Menkopolhukam Mahfud MD saat rapat bersama Komisi III DPR RI. Menurut dia, perbedaannya hanya ada pada pengklasifikasian informasi transaksi saja.
Dalam data transaksi yang diungkap Mahfud di Komosi III DPR RI, kata dia, dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu nilainya Rp 35.548.999.231.280. Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain termasuk korporasi nilainya Rp 53.821.874.839.401.
Ketiga, transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu artinya pajak, kepabeanan dan cukai nilainya Rp 260.503.313.432.306. Sehingga total keseluruhan nilainya Rp 349.847.187.502.987.
“Transaksi kategori satu itu dianggap berbeda, karena yang disampaikan di Komisi XI nilainya Rp 22.042.264.925.101. Kenapa berbeda? Karena ketika kita melihat data surat tadi, Kemenkeu itu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada APH,” tutur Suahasil.
Namun, dia menjelaskan, di data Kemenkeu transaksi kategori satu itu dipecah menjadi dua kategori di mana berdasarkan surat yang benar-benar dikirimkan ke Kemenkeu nilainya menjadi Rp 22.042.264.925.101, kemudian dari surat yang dikirimkan ke APH lain nilai transaksinya Rp 13.075.060.152.748. Sehingga jika dijumlahkan menjadi 35.117.325.077. “Cara mengklasifikasi kami begitu,” ujar dia.
Dalam data Kemenkeu juga disebutkan selain kategori tersebut, ada juga surat yang dikirimkan ke APH yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan pihak lain nilainya Rp 47.008.738.267.859; ada juga surat yang dikirimkan ke Kemenkeu yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 252.561.897.678; dan surat dikirimkan ke APH yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 14.186.181.968.600.
“Kenapa angkanya secara keseluruhan mirip, karena memang kita bekerja dengan data yang sama yaitu 300 surat dan keseluruhan 300 surat itu nilai totalnya berapa? Rp 349.874.187.502.987. Sumber datanya sama yaitu rekap surat PPATK, cara menyajikannya bisa berbeda tapi kalau dikonsolidasikan, ya ketemu sama,” tutur Suahasil.
Pilihan Editor: Stafsus Sri Mulyani Cerita Sulitnya Melacak Harta Rafael Alun, Apa Alasannya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.