Gubernur BI Sebut Ekonomi RI Tetap Kuat, Penyebabnya Kenaikan Ekspor dan Permintaan Domestik
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Kamis, 16 Februari 2023 18:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI) Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Bahkan, kata dia, berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
“Didorong kenaikan ekspor serta semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta,” ujar dia dalam konferensi pers hybrid di Gedung BI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 15 Februari 2023.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2022 tercatat tinggi sebesar 5,01 persen (Year on Year/ YoY). Secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31 persen (YoY), jauh meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,7 persen (YoY).
Secara spasial, kata Perry, pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat pada 2022 terjadi di seluruh wilayah. Dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Jawa, Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Kalimantan, dan Sumatera.
“Untuk tahun 2023, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3 persen,” kata dia.
Menurut Perry, kinerja ekspor berpotensi akan lebih tinggi dari prakiraan semula didorong oleh pengaruh positif perbaikan ekonomi China. Konsumsi rumah tangga juga diperkirakan tumbuh tinggi dipengaruhi keyakinan pelaku ekonomi yang meningkat.
Ditambah lagi kenaikan mobilitas masyarakat pasca pencabutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Investasi membaik didorong perbaikan prospek bisnis, dan peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA). “Serta penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut,” tutur Perry.
Untuk perumbuhan secara global, Perry mengatakan, berpotensi lebih baik dari prakiraan sebelumnya 2,3 persen. Menurut dia, hal itu terjadi setelah penghapusan Zero Covid Policy di Cina. Kebijakan tersebut untuk mencegah penyebaran komunitas dari virus corona.
“Pertumbuhan ekonomi China berpotensi lebih tinggi dengan permintaan domestik yang meningkat. Sejalan pembukaan ekonomi China pascapenghapusan Zero Covid Policy,” ucap dia.
Sedangkan perekonomian Amerika Serikat dan Eropa, kata Perry, diperkirakan melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi. Sementara itu, inflasi global menurun secara gradual dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan gangguan rantai pasokan.
“Meskipun tetap di level tinggi seiring harga energi dan pangan yang belum turun signifikan dan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa yang masih ketat,” tutur dia.
Pilihan Editor: IHSG Ditutup di Zona Merah di Level 6.895,6, Indeks Sektor Teknologi Naik Paling Tinggi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.