Bisnis PLTS Atap Modena Terkendala Aturan: Dihentikan Sementara, Dikomplain Konsumen

Sabtu, 11 Februari 2023 18:09 WIB

Senior Vice Presiden and Director Modena Bagus Yudho Prastowo beserta rombongan saat mengunjungi kantor Tempo pada Jumat, 10 Februari 2023. Modena merupakan merek produk peralatan rumah tangga asal Italia. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi

TEMPO.CO, Jakarta - Modena Energy - lini bisnis dari merek produk peralatan rumah tangga asal Italia, Modena - terpaksa memberhentikan produk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap karena terkendala aturan pemerintah. Hal tersebut disampaikan Senior Vice President and Director Modena Bagus Yudho Prastowo saat berkunjung ke kantor Tempo.

“Sayangnya bisnis ini kepentok, ini juga dialami APLSI (Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia) arena ada semacam dilema dari pemerintah,” ujar dia pada Jumat, 10 Februari 2023.

Menurut Bagus, ada kebijakan yang menyatakan bahwa jika ada instalasi panel surya tidak boleh melebihi 15 persen dari daya terpasang. Tadinya, kata Bagus, di rumah-rumah itu rata-rata bisa bertambah 3.000-10.000 watt dengan PLTS atap, tergantung dari daya rumahnya. Selain itu, tidak ada peraturan pembatasan daya, jadi jika rumah 5.000 watt pasang 5.000 watt atau lebih juga tidak masalah. Kelebihannya bisa diekspor ke PLN dan dijadikan pengkredit atau pengurang tagihan.

“Sekarang tidak. Padahal bisnis PLTS atap yang dimulai tahun 2021 itu mendapatkan respons yang cukup baik dari masyarakat,” tutur Bagus.

Dia juga mengatakan bahwa tidak ada pemberitahuan resmi tentang pembatasan itu baik dari pihak Kementerian ESDM maupun PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Selain itu izin memasang kWh meter khusus atau kWh ekspor-impor (meteran EXIM pada sistem PLTS atap) juga tidak diberikan.

Advertising
Advertising

Akibatnya, Modena mendapatkan komplain dari konsumennya di Gorontalo karena tagihan listrik mereka justru naik. “Ini jadi salah satu agenda yang harus kita angkat bersama,” ucap Bagus.

Adanya berbagai halangan tersebut kontradiksi dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan. “Beberapa pengusaha listrik yang hitungannya besar saja sekarang berhenti karena ada kendala ini,” kata dia.

Sejak 2018, payung hukum pengembangan PLTS atap sudah tersedia. Pada Agustus 2021, pemerintah menerbitkan aturan teranyar berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Salah satu poin utama dalam aturan tersebut adalah izin ekspor listrik dari pengguna pembangkit kepada PT PLN (Persero) hingga 100 persen sebagai pengurang tagihan. Lewat ketentuan ini, pemerintah berharap sampai 2025 bisa ada 3,6 gigawatt kapasitas terpasang pembangkit tersebut. Namun ketentuan itu tak berjalan.

Beberapa industri yang sudah memasang PLTS atap juga mengeluhkan hal yang sama dengan konsumen Modena. PT Coca-Cola Europacific Partners Indonesia, misalnya yang sudah memasang panel surya seluas 20 ribu meter persegi di atap pabrik mereka yang berada di kawasan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sejak tahun lalu. Namun pembangkit berkapasitas 2,4 megawatt itu belum beroperasi karena belum mendapat izin dari PT PLN.

Selain itu, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, mencatat ada upaya pembatasan kapasitas pemasangan 10-15 persen, baik untuk rumah tangga maupun industri. "Sejak Januari 2022 sampai hari ini, pembatasan itu ada," tuturnya, akhir tahun lalu. Dari laporan yang diterima AESI, sekitar 60 persen proyek pemasangan untuk industri batal atau ditunda sementara akibat pembatasan tersebut.

Keluhan soal pembatasan PLTS atap juga datang dari para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Bisnis Eropa di Indonesia, Kamar Dagang Amerika di Indonesia, Kamar Dagang Inggris di Indonesia, Jakarta Japan Club, Kamar Dagang dan Industri Korea di Indonesia, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Mereka menyampaikan langsung surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada akhir 2022.

"Perusahaan anggota kami tidak dapat memperoleh izin konstruksi dan konektivitas ke jaringan publik yang dikelola oleh PLN untuk proyek PLTS atap dengan kapasitas di atas 10-15 persen dari kapasitas yang dikontrakkan ke PLN," begitu bunyi surat tersebut. Mereka menyatakan telah meminta penjelasan kepada PLN dan mendapat sejumlah alasan, seperti alasan teknis, kelebihan pasokan, dan hilangnya pendapatan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi, Dadan Kusdiana, menyatakan regulasi PLTS atap disusun secara adil. Soal kuota, Dadan memastikan penerapannya dilakukan bersamaan dengan penghapusan pembatasan kapasitas pembangkit.

Ihwal ekspor listrik, dia meminta pengguna pembangkit kembali ke tujuan awal pemanfaatan energi surya di rumah, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sendiri. "Bukan menjual listrik ke PLN."

MOH KHORY ALFARIZI | KORAN TEMPO | VINDRY FLORENTIN

Pilihan Editor: PLTS Atap Tersendat Birokrasi

Berita terkait

Sukses Garap PLTS Bandara dan Tol, PTBA Jajaki PLTS Semen Padang hingga Timah

30 hari lalu

Sukses Garap PLTS Bandara dan Tol, PTBA Jajaki PLTS Semen Padang hingga Timah

PT Bukit Asam atau PTBA ingin memperluas bisnis di sektor penyediaan energi bersih.

Baca Selengkapnya

Energi Terbarukan dari PLTS Bikin Terminal Jatijajar Depok Hemat Listrik PLN 40 Persen

37 hari lalu

Energi Terbarukan dari PLTS Bikin Terminal Jatijajar Depok Hemat Listrik PLN 40 Persen

Terminal Bus Jatijajar Kota Depok menyatakan telah sejak Januari lalu memanfaatkan teknologi pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS.

Baca Selengkapnya

ITS Luncurkan PLTS Apung Laut Pertama, Diklaim Tahan Sapuan Gelombang

44 hari lalu

ITS Luncurkan PLTS Apung Laut Pertama, Diklaim Tahan Sapuan Gelombang

ITS luncurkan purwarupa PLTS Apung Laut yang tahan terhadap terjangan gelombang. Peneliti siapkan proyek serupa dengan skala yang lebih besar.

Baca Selengkapnya

Ulubelu Jadi 'Negeri Tiga Energi' Lewat Inovasi Energi Hijau Pertamina

50 hari lalu

Ulubelu Jadi 'Negeri Tiga Energi' Lewat Inovasi Energi Hijau Pertamina

Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Lampung.

Baca Selengkapnya

ESDM Hapus Net Metering Ekspor PLTS Atap, Ganbate: Ini Kemunduran Transisi Energi

56 hari lalu

ESDM Hapus Net Metering Ekspor PLTS Atap, Ganbate: Ini Kemunduran Transisi Energi

Koalisi masyarakat sipil, Ganbate, menilai penghapusan net metering PLTS Atap di Permen ESDM 2/2024 merupakan disinsentif buat transisi energi.

Baca Selengkapnya

Listrik Tenaga Surya PLN Beroperasi di IKN, Baru 10 MW dari Rencana 50 MW

3 Maret 2024

Listrik Tenaga Surya PLN Beroperasi di IKN, Baru 10 MW dari Rencana 50 MW

PT PLN menyambung PLTS di IKN ke jaringan transmisi atau sinkronisasi tahap I sebesar 10 megawatt, siap beroperasi penuh saat 17 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya

Net Metering PLTS Atap Dihapus, ESDM Siapkan Insentif Lain untuk Pemasang Rumah Tangga

25 Februari 2024

Net Metering PLTS Atap Dihapus, ESDM Siapkan Insentif Lain untuk Pemasang Rumah Tangga

Menteri ESDM Arifin Tasrif resmi meneken revisi regulasi mengenai PLTS Atap. Net metering dihapus, namun pemerintah janjikan insentif lain.

Baca Selengkapnya

Penghapusan Net Metering PLTS Atap Bisa Persulit Target Bauran Energi Terbarukan

23 Februari 2024

Penghapusan Net Metering PLTS Atap Bisa Persulit Target Bauran Energi Terbarukan

IESR menilai Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS atap yang masuk jaringan terlalu berpihak pada kepentingan PT PLN (Persero).

Baca Selengkapnya

PLTS Terapung Cirata Jadi Percontohan Transisi Energi, Trend Asia: Tetap Ada Dampak Lingkungan

28 Januari 2024

PLTS Terapung Cirata Jadi Percontohan Transisi Energi, Trend Asia: Tetap Ada Dampak Lingkungan

Penempatan panel solar PLTS Terapung Cirata dinilai masih menimbulkan dampak terhadap biota perairan.

Baca Selengkapnya

Bauran Energi Terbarukan Rendah, IESR Dorong PLTS dan Minta Komitmen Politik

17 Januari 2024

Bauran Energi Terbarukan Rendah, IESR Dorong PLTS dan Minta Komitmen Politik

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan pemerintah mesti bisa memanfaatkan sisa waktu dua tahun mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen.

Baca Selengkapnya