Nilai Rupiah Menguat Tajam, Ini Faktor Pendorongnya

Senin, 16 Januari 2023 16:27 WIB

Petugas penukaran mata uang asing tengah menghitung uang pecahan 100 dolar Amerika di Jakarta, Kamis, 24 Desember 2020. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis 5 poin atau 0,03 persen ke level 14.200. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam perdagangan sore, mata uang rupiah ditutup menguat tajam 103 poin, meski sempat menguat 150 poin di level Rp 15.045 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.148. Sedangkan untuk perdagangan besok, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 15.010 sampai Rp 15.100.

Baca juga : Bank Indonesia Sampaikan Perkembangan Stabilitas Nilai Rupiah

Ibrahim menjelaskan sejumlah faktor yang mendorong penguatan Rupiah. Di antaranya, indeks dolar melemah pada hari ini, Senin, 16 Januari 2023. "Dolar melemah terhadap mata uang lainnya, karena terhibur oleh prospek kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Federal Reserve," tutur Ibrahim melalui keterangan tertulis pada Senin, 16 Januari 2023.

Sementara spekulasi atas langkah hawkish lainnya oleh Bank of Japan dan Imbal hasil obligasi 10 tahun Jepang, tuturnya, naik di atas batas atas 0,5 persen yang ditetapkan oleh BOJ untuk hari kedua berturut-turut.

Lebih lanjut, data menunjukkan harga konsumen Amerika Serikat turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun pada Desember 2022. Dengan inflasi puluhan tahun di ekonomi terbesar dunia yang menunjukkan tanda-tanda pendinginan, menurut Ibrahim, investor sekarang semakin yakin bahwa Fed mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga. Investasi juga meyakini suku bunga tidak akan setinggi yang dikhawatirkan sebelumnya.

Advertising
Advertising

Baca juga : Harga Emas Melonjak, Tertinggi dalam Sembilan Bulan Terakhir

Selain itu, Ibrahim mengatakan pasar sekarang memposisikan diri untuk langkah serupa dari BOJ pekan ini. Mengingat tren inflasi di Indonesia sedang di level tertinggi yaitu 40 tahun. Data inflasi indeks harga produsen pada Senin menunjukkan bahwa harga gerbang pabrik tumbuh lebih dari yang diharapkan pada Desember. Sementara pada pembacaan November juga direvisi lebih tinggi. Namun, ia memperkirakan BOJ akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada level yang sangat rendah.

Bank Rakyat Tiongkok pun mempertahankan suku bunga pinjaman jangkanya. Tetapi bank sentral juga menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar untuk menopang pertumbuhan ekonomi, karena negara itu bergulat dengan wabah Covid-19. Namun, pasar memposisikan diri untuk pemulihan ekonomi di negara itu setelah mulai melonggarkan sebagian besar pembatasan anti-Covid pada bulan Desember.

Di sisi lain surplus neraca perdagangan sebesar US$ 54,46 miliar atau Rp 816,9 triliun sangat signifikan jika dibandingkan dengan capaian surplus sepanjang 2021 yang tercatat sebesar US$ 35,34 miliar. Angka tersebut merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Berdasarkan data BPS, surplus neraca perdagangan terus meningkat sejak tahun 2020. Saat itu, surplus kumulatif mencapai US$ 21,74 miliar. Adapun pada tahun 2019 tercatat defisit sebesar US$ 3,29 miliar, sedangkan tahun 2018 juga tercatat defisit sebesar US$ 8,7 miliar.

Baca juga : Rupiah Lanjutkan Penguatan, Berada di Level Rp 15.338 per Dolar AS

Sementara itu, ekspor non-Migas secara kumulatif sepanjang 2022 tercatat sebesar US$275,96 triliun, meningkat sebesar 25,80 persen. Sejalan dengan itu, ekspor Migas juga mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 30,82 persen menjadi US$ 16,02 triliun.

Berdasarkan pangsanya, ekspor non-Migas terbesar yaitu pada bahan bakar mineral yang mencapai US$ 54,98 miliar atau dengan pangsa 19,92 persen. Sementara itu, impor Indonesia sepanjang 2022 tercatat mencapai US$ 237,52 miliar, meningkat sebesar 21,07 persen dibandingkan periode 2021.

Secara bersamaan, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$ 392,6 miliar pada November 2022. Nilai tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada Oktober 2022 yang tercatat sebesar US$ 390,2 miliar.

Jika dibandingkan dengan November 2021, posisi ULN Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,6 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 7,6 persen yoy. Posisi ULN Pemerintah pada November 2022 tercatat sebesar US$ 181,6 miliar, mengalami kontraksi 10,2 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 12,3 persen yoy.

Menirut Ibrahim, perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga sehingga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

11 jam lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

2 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

Timnas AMIN Jelaskan Urgensi Pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk Bahas RAPBN 2025

3 hari lalu

Timnas AMIN Jelaskan Urgensi Pertemuan Jokowi dan Prabowo untuk Bahas RAPBN 2025

Awalil menilai pertemuan dan koordinasi antara Jokowi dan Prabowo memang diperlukan dan sangat penting dilakukan saat ini.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Diyakini Menguat, Pasar Respons Kemenangan Prabowo-Gibran

3 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Diyakini Menguat, Pasar Respons Kemenangan Prabowo-Gibran

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini masih akan menguat pada rentang Rp 16.110 - Rp 16.180. Pasar merespons kemenangan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

3 hari lalu

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.

Baca Selengkapnya

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

4 hari lalu

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).

Baca Selengkapnya