Penyelewengan BBM 2022 1,4 Juta Liter. BPH Migas: Kerugian Negara Rp 17 Miliar Lebih
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 3 Januari 2023 17:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas bersama Polri menyebut penyalahgunaan bahan bakar minyak atau BBM sebanyak 1,4 juta liter sepanjang tahun 2022 memberikan kerugian besar bagi negara. Nominalnya, diperkirakan lebih dari Rp 17 miliar.
“Kalau dari barang bukti keterangan ahlli, sekitar Rp 17 miliar (kerugiannya). Tapi itu hanya dari barang bukti yang kita temukan saat kejadian. Kalau kita runut, tentu akan sangat besar,” kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui YouTube BPH Migas, Selasa, 3 Januari 2023.
Erika menjelaskan, barang bukti yang tercatat dalam kasus penyalahgunaan BBM ini hanyalah barang bukti yang ditemukan saat penggrebekan saja. Namun, kerugian tidak cukup dihitung dari barang bukti tersebut. Kerugian sesungguhnya, kata Erika, dapat terukur dari kepastian berapa lama pelaku berjualan dari penyalahgunaan yang mereka lakukan.
“Memang agak sulit menghitung berapa kerugian sebenarnya. Misalnya hari itu kita grebek siang pun, sudah ada berapa mobil yang keluar (mengangkut BBM dan sudah berjualan. Kita mesti mengalihkan ke seberapa lama mereka sudah beroperasi,” ujar Erika.
Ihwal penyalahgunaan BBM bersubsidi, BPH Migas sepanjang 2022 telah melakukan penindakan hukum terhadap penyalahgunaan BBM subsidi, antara lain di daerah Sumatera Selatan dengan temuan BBM sebanyak 114,8 ton.
Selanjutnya: pendistribusian solar bersubsidi yang belum optimal ...
<!--more-->
Kemudian di Jawa Barat sebanyak 22 ton, Jambi 700 liter, dan Jawa Tengah 40 ton. BPH Migas, kata dia, juga telah memberikan keterangan ahli untuk 786 kasus dugaan penyalahgunaan BBM.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi, Erika melanjutkan, didominasi oleh penyalahgunaan BBM subsidi jenis solar. Faktor penyebabnya pun beragam. Di antaranya karena sistem pengendalian dan pendistribusian solar bersubsidi yang belum optimal. Kemudian, disparitas harga antara solar subsidi dan solar industri.
“Harga solar subsidi Rp 6.800 per liter. Sedangkan di pasaran untuk industri berkisar Rp 20 ribu. Selisih sangat besar ini yang kemungkinan membuat pihak-pihak tidak bertanggung jawab melakukan penyalahgunaan,” ungkap Erika.
Faktor penyebab lainnya, kata Erika, permintaan yang sangat besar dari pelabuhan perikanan, indutri, dan pertambangan. Selain itu, tidak ada perbedaan spesifikasi antara solar subsidi dan solar industri, serta adanya perubahan ketentuan sanksi dalam regulasi ihwal penyalahgunaan BBM.
“Jadi dalam UU Cipta Kerja memang ada perubahan dari sanksi pidana menjadi sanksi administrasi. Itu juga yang mungkin menyebabkan orang lebih berani menyalahgunakan BBM,” ujar Erika.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini