Kementan Beberkan Penyebab Harga Beras Naik Meski Stok Melimpah hingga 1,8 Juta Ton
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 19 November 2022 06:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian atau Kementan membeberkan sejumlah penyebab kenaikan harga beras belakangan ini meskipun stok komoditas itu di penggilingan mencapai 1,8 juta ton.
Direktur Serealia Kementerian Pertanian Ismail Wahab menyatakan salah satu pemicu kenaikan harga beras adalah petani yang kesulitan mendapatkan pupuk. "Selain itu, harga gabah di musim ini selalu lebih tinggi daripada musim tanam sebelumnya," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat, 18 November 2022.
Baca: Bulog Klaim Punya Stok 1,2 Juta Ton, Buwas: 500 Ribu Ton Ada di Luar Negeri
Soal kendala pupuk, menurut Ismail, saat ini para petani lebih memilih menggunakan pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal ketimbang pupuk bersubsidi. Tingginya harga pupuk itu yang kemudian berimbas ke biaya produksi dan harga gabah kering naik.
Pemicu kenaikan harga
Selain itu, ada faktor musiman di mana harga gabah kering dan harga beras selalu lebih tinggi pada Oktober sampai Desember ketimbang bulan-bulan lainnya. Data Kementan menunjukkan harga rata-rata beras di penggilingan mencapai Rp 10.300 per kilogram. Sedangkan, harga beras di tingkat konsumen pada September 2022 sebesar Rp 11.707 per kilogram, lalu naik pada Oktober 2022 menjadi Rp 11.858 per kilogram.
Kenaikan harga BBM beberapa bulan lalu juga turut mengerek harga beras dan gabah. Di sisi lain, kenaikan harga bahan juga menambah biaya upah pekerja tani. Kementan mencatat rata-rata biaya upah naik hingga Rp 25.000 per hari.
Meski ada sejumlah penyebab kenaikan harga beras tersebut, Kementan memastikan stok komoditas itu cukup sampai akhir tahun untuk memenuhi kebutuhan nasional. Data yang diperoleh dari Kerangka Sampel Area (KSA) oleh BPS menunjukkan ada potensi produksi beras 5 juta ton pada periode Oktober sampai akhir Desember ini.
Di luar faktor-faktor tersebut, Ismail juga memastikan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, terutama soal stok beras. Pemerintah melalui Bulog yakin bisa menyerap cadangan beras dari dalam negeri. Dia merujuk pada data produksi beras padi selama Oktober hingga Desember 2022 yang lebih tinggi 15,06 persen atau 1,34 juta ton dibandingkan periode sama tahun lalu.
Selanjutnya: Bahkan, kata Ismail, akan ada produksi padi...
<!--more-->
Bahkan, kata Ismail, akan ada produksi padi 10,24 juta ton gabah kering giling (GKG) selama Oktober hingga Desember 2022 atau setara dengan 5 juta ton beras. "Jadi kalau urusan dalam negeri saya kira data dari BPS, data hasil survei, data dari masing-masing informasi yang terbaru dari dinas itu sudah mengindikasikan beras kita cukup," ucap Ismail.
Lebih jauh, Ismail optimistis harga beras bakal berangsur turun pada Februari 2023. Apalagi, sebulan kemudian, Indonesia bakal mengalami panen raya.
Cadangan beras
Namun keyakinan Kementan bertolak belakang dengan yang disampaikan Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso alias Buwas. Ia menyatakan cadangan beras yang ada saat ini hanya sebesar 625 ribu ton beras di dalam negeri.
Pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR pada Rabu lalu, ia pesimistis dapat mengejar target penyerapan beras 1,2 juta ton hingga akhir tahun. "Karena memang barangnya sudah tidak ada," kata .
Belakangan Buwas menyatakan pihaknya menambah cadangan beras sebesar 500 ribu ton beras komersil yang berada di luar negeri.“Stok beras di luar negeri ini bisa kapan saja kami tarik jika memang stok dalam negeri sudah habis. Intinya untuk stok beras tidak ada masalah,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 November 2022.
Dengan begitu, total cadangan beras pemerintah atau CBP kini sudah hampir 1,2 juta ton. Buwas mengungkapkan 500 ribu ton beras di luar negeri itu merupakan hasil kerja sama Bulog dan mitra mancanegara.
Baca juga: Buwas Blak-blakan Tak Bisa Kejar Target Penyerapan Beras 1,2 Juta Ton
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.