Usai Rupiah Jeblok Terdalam di Asia hingga 15.738 per USD, Bagaimana Prediksi Pekan Depan?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 5 November 2022 06:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS pada Jumat sore, 4 November 2022, kembali ditutup melemah. Bahkan bila dibandingkan dengan mata uang di Asia, nilai tukar rupiah jeblok terdalam terhadap dolar AS.
Data Bloomberg menunjukkan, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin dengan melemah 0,27 persen atau 42.5 poin ke Rp 15.737,5 per dolar AS. Sebelumnya rupiah sempat terpantau loyo hingga 0,21 persen atau 0,23 poin.
Di Asia, selain rupiah, hanya terlihat ringgit Malaysia yang juga melemah senilai 0,08 persen. Sedangkan mayoritas mata uang di kawasan tersebut malah menguat. Adapun penguatan kurs dipimpin oleh baht Thailand sebesar 0,99 persen, kemudian disusul yuan Cina yang menguat 0,54 persen, dan peso Filipina naik 0,45 persen.
Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Lagi, Rupiah Bakal Makin Tertekan
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan pada awal pekan depan rupiah bakal dibuka berfluktuatif. Dalam hitungannya, rupiah diprediksi masih akan melanjutkan tren pelemahan dan di akhir perdagangan akan berkisar di level 15.710 - 15.780 per dolar AS.
Ibrahim menyatakan bahwa indeks dolar mendekati level tertinggi dalam dua minggu terakhir. Hal ini setelah bank sentral Amerika Serikat atau The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin sebagaimana ekspektasi pasar.
Kenaikan suku bunga ini diperkirakan The Fed bakal mencapai puncaknya pada tingkat yang lebih tinggi dari perkiraan semula. Usai The Fed, Bank of England (BoE) juga mengerek suku bunga Inggris menjadi 3 persen dari 2,25 persen. Kenaikan 75 basis poin ini menjadi yang tertinggi sejak 1989.
Selanjutnya: Kenaikan suku bunga ini untuk merespons ramalan ...
<!--more-->
Kenaikan suku bunga ini untuk merespons ramalan inflasi AS yang mencapai level tertinggi 40 tahun di 11 persen selama kuartal akhir 2022. Bank of England menyebutkan Inggris telah memasuki resesi yang berpotensi berlangsung dua tahun, lebih lama daripada selama krisis keuangan 2008–2009.
Adapun faktor dari dalam negeri yang mempengaruhi kurs rupiah di antaranya berasal dari sentimen pasar yang terus memantau perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III tahun 2022 yang diperkirakan tetap sehat dan neraca transaksi diperkirakan kembali mencatatkan surplus. “Hal ini ditopang oleh kinerja positif dari neraca perdagangan yang membukukan surplus US$14,9 miliar pada kuartal III/2022,” ujar Ibrahim.
Kontribusi neraca perdagangan positif tersebut dinilai dapat meredam tekanan arus modal keluar nonresiden pada investasi portofolio yang mencapai US$ 2,1 miliar akibat dari kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang sangat agresif. Selain itu neraca perdagangan positif itu bisa merespons ketidakpastian pasar keuangan global akibat krisis energi dan pangan di semenanjung Eropa.
Ibrahim menyebutkan terjaga kuatnya kinerja ekspor juga didorong oleh adanya kebijakan dari pemerintah untuk terus mendorong ekspor Crude Palm Oil (CPO) beserta turunannya. "Selain itu, neraca transaksi modal dan finansial juga diperkirakan masih akan ditopang oleh realisasi positif dari penanaman modal asing,” katanya. Dari segi cadangan devisa pada akhir September 2022 juga tercatat masih tetap kuat, yakni pada level US$ 130,8 miliar.
BISNIS
Baca juga: Pelemahan Rupiah Diprediksi Bisa Perparah Pembengkakan Biaya Kereta Cepat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.