64 Ribu Karyawan Industri Tekstil Kena PHK, Pengusaha: Lebih Parah dari Saat Covid-19
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 2 November 2022 14:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei mengungkapkan telah menerima laporan pemutusan hubungan kerja (PHK) di 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Sejak dua pekan lalu, karyawan yang terkena PHK mencapai 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan.
"Situasi ini bagi kami lebih parah daripada Covid-19. Kalau waktu Covid-19, kita tahu masalahnya hanya tidak bisa kirim tapi market-nya ada. Sedangkan kali ini market tidak bisa diprediksi," ucapnya dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 2 November 2022.
Ia menjelaskan PHK terjadi lantaran adanya penurunan daya beli konsumen, khususnya di negara-negara tujuan ekspor terbesar seperti Amerika Serikat dan Eropa. Yan Mei bercerita, di pabriknya sendiri yang terletak di Kabupaten Bogor, terjadi penurunan pesanan sejak April 2022 hingga 50 persen.
Baca: 64 Ribu Karyawan Terkena PHK dari 124 Perusahaan Tekstil di Jawa Barat
Situasi pun, menurut Yan, semakin sulit. Pada bulan-bulan berikutnya, pesanan tidak stabil hingga sempat turun sebanyak 70 persen.
Hingga kini, tuturnya, sudah ada 18 perusahaan tekstil yang tutup yang berimbas pada pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 9.500 karyawan. Angka itu diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan laporan-laporan baru yang masuk.
Situasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang sulit diprediksi juga telah menimbulkan gangguan logistik terhadap pasokan pangan secara internasional. Akibatnya, inflasi pangan bisa terus melonjak dan membuat masyarakat memprioritaskan belanja pangan sebagai kebutuhan dasar ketimbang belanja produk tekstil.
"Udah bisa kebayang lebih banyak lagi korbannya. Sehingga apakah pemerintah ini bisa melakukan relaksasi, apakah dari BPJS atau apapun yang bisa dipertimbangkan," ucap Yan Mei.
Jika inflasi pangan tak terkendali, Yan Mei khawatir penurunan daya beli akan semakin dalam dan PHK akan terus menerus terjadi. Sementara jika PHK terus berlangsung, perusahaan akan lebih kesulitan lagi untuk menjalankan proses produksi. Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah segera melakukan kebijakan agar industri tekstil bisa terselamatkan.
"Kita terus harus bersuara kepada pemerintah, meminta mencari solusi yang terbaik buat situasi yang ada sekarang," tuturnya.
Selanjutnya: Penurunan ekspor juga dialami perusahaan besar seperti Nike, Victoria Secret, dan...
<!--more-->
Yan juga mencatat penurunan ekspor juga terjadi pada perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, Victoria Secret, dan lainnya. Bahkan, angka penurunannya kini sudah mencapai 40 hingga 50 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, sebelumnya mengungkapkan ancaman resesi global semakin terasa bagi pelaku usaha, khususnya berupa penurunan ekspor.
Bahkan ia menilai penurunan ekspor komoditas tekstil akan terjadi lebih parah pada 2023. Situasi itu tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan pada negara-negara eksportir produk tekstil terbesar lainnya seperti Cina, Bangladesh, Vietnam, dan India.
Di samping itu, pelemahan daya beli di Eropa dan Amerika Serikat memicu kenaikan impor produk tekstil ke Indonesia. Sehingga terjadi daya saing yang ketat di dalam negeri.
"Cina, Bangladesh, Vietnam, India, mencoba membanjiri produknya ke sini karena Indonesia merupakan negara dengan populasi keempat terbesar dan inflasinya tidak separah negara lainnya," kata Jemmy.
Dengan begitu, permintaan ekspor yang menurun itu diperparah dengan banjir produk impor di dalam negeri. Gangguan itu menurutnya membuat utilisasi industri tekstil menurun tajam. Dampaknya, terjadi pengurangan jam kerja karyawan yang akhirnya memicu pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Ia berharap Indonesia harus bisa menjaga pasar dalam negeri dari produk-produk impor. Sehingga, produk ekspor Indonesia bisa dialihkan ke pasar domestik. "Perlindungan pasar dalam negeri sangat dibutuhkan," kata dia.
Baca juga: Ekspor Tekstil Kian Turun, Ekonom Ungkap Solusi Selamat dari Ancaman Resesi 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.