Gubernur BI Sebut Fed Fund Rate Bakal Higher for Longer, Apa Dampaknya Bagi Rupiah?
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 20 Oktober 2022 16:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat atau Fed Fund Rate akan makin meninggi dengan siklus yang lebih panjang atau biasa disebut higher for longer.
"Fed Fund Rate yang diperkirakan lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang atau higher for longer mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS sehingga memberikan tekanan pelemahan atau depresiasi terhadap nilai tukar di berbagai negara, termasuk Indonesia," ujar Perry saat konferensi pers secara virtual, Kamis, 20 Oktober 2022.
Perry pun menyebutkan sejumlah dampak dari tingginya angka suku bunga acuan The Fed itu terhadap negara-negara ekonomi berkembang, seperti Indonesia. Di antaranya adalah nilai tukar mata uang rupiah maupun yang lainnya akan terus tertekan terhadap dolar AS.
Baca: Prediksi Kebijakan The Fed Makin Agresif, Bank Indonesia Bicara Nasib Dolar
Tekanan pelemahan nilai tukar ini, kata Perry, akan semakin tinggi dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Di negara emerging market, termasuk Indonesia, kondisi diperberat dengan adanya aliran keluar investasi portofolio asing.
Ia menilai ketidakpastian pasar keuangan itu dipicu melemahnya pertumbuhan ekonomi global pada 2023 yang akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Bahkan, adanya risiko resesi di beberapa negara turut menambah kekhawatiran pasar.
Perlambatan ekonomi global ini di antaranya dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. "Dampak rambatan dari fragmentasi ekonomi global diprakirakan juga akan menyebabkan perlambatan ekonomi di emerging markets," kata Perry.
Di sisi lain, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan sehingga mendorong bank sentral di banyak negara menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif yang pada akhirnya juga akan menekan laju pertumbuhan ekonominya.
Selanjutnya: The Fed berencana menaikkan bunga hingga ke level 4,5 persen tahun ini.
<!--more-->
Adapun tren kenaikan Fed Fund Rate itu, menurut Perry, tak lepas dari rencana The Fed terus memperketat kebijakan moneternya. Bank sentral Amerika Serikat itu berencana menaikkan suku bunga acuannya hingga kahir tahun ini menjadi sekitar 4,5 persen dari yang September 2022 telah naik 75 basis poin (bps) menjadi di level 3-3,25 persen.
Kemudian, tren kenaikan suku bunga akan berlanjut pada 2023 hingga 4,75 persen. "Fed Fund Rate kan pekan ini masih akan meningkat, 4,5 persen, mungkin Januari atau Februari atau paling tidak kuartal I tahun depan 4,75 persen," kata Perry.
Meski begitu, menurut Perry, sejalan dengan berbagai perkiraan ekonom dan pelaku pasar keuangan, ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuannya itu hingga 75 basis poin lagi hingga November 2022. Meskipun ada juga yang memperkirakan hanya 50 basis poin.
Yang pasti, kata Perry, tren kenaikan suku bunga acuan The Fed itu pada akhirnya menunjukkan pola semakin menurun. Dengan demikian, pada akhir tahun ini diprediksi bakal menjadi puncak kenaikan Fed Fund Rate.
"Untuk episode berikutnya dengan inflasi yang telah tinggi dan kemudian akan menurun, Fed Fund Rate akan lebih rendah. Prediksi kami puncaknya akhir tahun ini atau paling lambat Januari atau Februrai, lah," kata Perry.
Baca juga: Indeks Dolar Turun Tapi Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI: Lebih Baik dari India, Malaysia, Thailand
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini