Inflasi September Diprediksi Melonjak jadi 6,08 Persen Setelah Deflasi di Agustus, Kenapa?

Senin, 3 Oktober 2022 09:32 WIB

Pedagan daging tengah melayani pwmbeli di pasar tradisional Kebayoran Baru menjelang akhir Ramadan, Rabu 12 Mei 2021. Menjelang hari terakhir Ramadan pengunjung pasar tradisional terus meningkat dan diikuti dengan kenaikan harga pada daging sapi Rp130.000 per kilogram, ayam potong 75 ribu rupiah. Tempo/Nurdiansah

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Faisal Rachman memprediksi tingkat inflasi pada September 2022 bakal melonjak hingga melampaui target pemerintah yaitu 3,5 - 4,5 persen.

Dalam hitunganya, inflasi September 2022 secara bulanan akan melejit hingga 1,29 persen (month-to-month/mtm) dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi 0,21 persen.

“Ini terutama didorong oleh kenaikan harga Pertalite dan Solar, masing-masing sebesar 30,72 persen dan 32,04 persen,” kata Faisal dalam keterangan tertulis, dikutip Senin, 3 Oktober 2022.

Kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar, menurut dia, memicu kenaikan harga jasa transportasi dan distribusi yang juga dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa lainnya.

Adapun secara tahunan, inflasi headline diproyeksikan sekitar 6,08 persen (year-on-year/yoy) pada bulan ini, atau meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,69 persen.

Advertising
Advertising

Faisal juga memperkirakan inflasi inti akan naik di tengah penyesuaian harga BBM dan adanya pelonggaran PPKM. “(Inflasi inti) diperkirakan sebesar 3,47 persen yoy pada September 2022, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,04 persen,” ujarnya.

Sementara itu, Bank Mandiri memperingatkan adanya risiko tekanan inflasi di tengah penyesuaian harga BBM. Sebab inflasi diperkirakan tetap tinggi di sisa tahun 2022, bahkan dapat mencapai di atas 6 persen secara tahunan.

Menurut Bank Mandiri, hal itu disebabkan oleh membaiknya permintaan (demand-pull inflation) di tengah pelonggaran PPKM, ditambah dengan kenaikan harga bahan pangan dan energi menyusul penyesuaian harga bensin dan solar bersubsidi (cost-push inflation).

Faisal menyebutkan dampak kenaikan harga BBM tak hanya memberikan first round effect pada administered price tetapi juga second round effect terhadap barang dan jasa lainnya.

Artinya, inflasi utama dan inflasi inti dapat memanas secara signifikan setelah kenaikan dan diperkirakan tingkat inflasi akan mencapai 6,27 persen pada akhir 2022. Oleh sebab itu, Bank Mandiri melihat bahwa Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk menaikkan BI-7DRRR atau suku bunga acuan menjadi 5,00 persen.

Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan inflasi sepanjang September 2022 akan tembus 5,88 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Perkiraan itu lebih tinggi dari realisasi inflasi pada Agustus 2022 sebesar 4,69 persen.

Selanjutnya: BI perkirakan inflasi September tembus 5,88 persen yoy.

<!--more-->

"Berdasarkan survei pemantauan harga, survei pada minggu kelima, bulan ini (September 2022) inflasinya sekitar 5,88 persen yoy," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Wahyu Agung Nugroho di Bali, 1 Oktober 2022.

BI memprediksi terkereknya inflasi September 2022 dipicu oleh kenaikan harga harga komoditas bensin sebesar 0,91 persen. Naiknya harga harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, Solar, dan Pertamax akan menambah inflasi 1,8 - 1,9 persen.

Tambahan inflasi yang masuk kategori barang-barang yang diatur pemerintah atau administered price ini memiliki daya ungkit yang luas terhadap komoditas lain. Selain berdampak langsung terhadap sektor transportasi, BBM memiliki dampak tidak langsung atau second round effect ke harga-harga komoditas.

Dampak putaran second round dari kenaikan harga BBM akan dirasakan tiga bulan mendatang terhadap inflasi inti. Ini akan memicu juga kenaikan harga pangan bergejolak atau volatile food di samping administred price itu sendiri.

"Inflasi inti Agustus masih sekitar 3 persen, dengan perkembangan terkini, kenaikan BBM yg memberikan dampak ke inflasi inti, total dampaknya 1,8-1,9 persen, di akhir tahun inflasi inti menjadi sekitar 4,6 persen, which is sudah di atas target BI," kata Wahyu.

Oleh sebab itu, untuk meredam inflasi itu, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate menjadi 4,25 persen. Tujuannya untuk menjangkar ekpetasi inflasi ke depan sesuai dengan target inflasi, sehingga pada pertengah 2023 kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada pertengahan tahun depan.

"Ini lebih ke keinginan kita untuk melihat inflasi inti ke sasaran pada kuartal III sampai 2023 sehingga kita butuh kenaikan (suku bunga acuan) yang besar di depan atau front loading tadi," kata Wahyu.

BISNIS | ARRIJAL RACHMAN

Baca: IHSG Diperkirakan Menguat ke level 7.100, Samuel Sekuritas Soroti Saham ADRO dan BBCA

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 jam lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 jam lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

6 jam lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

10 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

11 jam lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

15 jam lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

1 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

3 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya