Sanksi UU PDP Terhadap Data Bocor, Menkomifo: Pidana Hingga Denda Rp 6 Miliar
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 20 September 2022 12:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengungkapkan bentuk sanksi yang akan diterapkan pemerintah jika terjadi kebocoran data pribadi yang dikelola oleh pengendali data, termasuk di dalamnya karena serangan hacker. Sanksi ini tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan DPR dalam rapat paripurna, Selasa, 20 September 2022.
"UU PDP ini mengatur hak-hak pemilik data pribadi dan mengatur sanksi-sanksi bagi penyelenggara sistem elektronik atas tata kelola data pribadi yang diproses dalam sistem mereka masing-masing," kata Johnny Plate di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 20 September 2022.
Dalam UU PDP ini, Johnny mengatakan, salah satu yang menjadi kewajiban dari penyelenggaran sistem elektronik, baik itu pemerintah atau publik maupun privat atau swasta adalah memastikan di dalam sistemnya data pribadi dilindungi. Kementerian Kominfo akan menjadi pengawas terhadap penyelenggaraan tata kelola data pribadi di seluruh penyelenggara sistem elektronik itu.
Apabila terjadi insiden kebocoran data pribadi maka yang akan dilakukan Kementerian Kominfo menurut Johnny adalah memeriksa penyelenggara data pribadi apakah mereka telah melaksanakan kepatuhan sistemnya sesuai UU PDP. Jika tidak, maka mereka diberikan berbagai jenis sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
"Bervariasi dari tingkat kesalahan, mulai dari hukuman badan 4 - 6 tahun pidana, maupun hukuman denda dari Rp 4 miliar sampai Rp 6 miliar setiap kejadian. Dan apabila terjadi kesalahan maka dikenakan sanksi sebesar 2 persen dari total pendapatan tahunannya, dan bervariasi di situ," ujar Johnny.
Apabila ada korporasi, atau orang-orang tertentu yang menggunakan data pribadi secara ilegal, maka sanksinya kata Johnny jauh lebih berat, berupa perampasan seluruh kegiatannya yang terkait dengan manfaat ekonomi atas data yang digunakannya itu. Ini katanya karena perlindungan data pribadi berkaitan erat dengan kepercayaan publik.
<!--more-->
"Makanya kita sangat mendorong agar mari gunakan seluruh kepercayaan publik, ruang usaha di bidang digital, khususnya di bidang data ini secara legal. Mari kita baca sama sama UU-nya, di saat yang sama tentu kami melakukan literasi agar masyarakat mengetahui hak-haknya, dan korproasi serta perorangan mengetahui kewajibannya," ujar Johnny.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna yang digelar hari ini, Selasa, 20 September 2022. Rapat Paripurna DPR ke-5 ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk F. Paulus.
“Selanjutnya kami tanyakan kepada seluruh fraksi, apakah RUU tentang Perlindungan Data Pribadi dapat disetujui untuk disahkan sebagai Undang-Undang?” kata Lodewijk dalam forum rapat disusul dengan pernyataan setuju dari anggota rapat paripurna, Selasa, 20 September 2022.
Laporan hasil pembahasan RUU PDP disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I, Abdul Kharis Almasyhari. Dia menjelaskan, sebelum RUU PDP dibahas, komisinya telah menggelar rapat dengar pendapat umum bersama akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pakar.
“Setelah proses pembahasan yang sangat dinamis, ada perubahan sistematika. RUU PDP dari mulanya 15 bab dan 72 pasal, menjadi 16 bab 76 pasal,” kata Kharis.
Baca: Rupiah Melemah Dekati 15.000 per Dolar AS, Analis: Antisipasi The Fed yang Kian Agresif
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini