Pengiriman Pertalite di Sejumlah SPBU Sempat Terlambat, Pertamina Bantah Ada Kelangkaan
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Francisca Christy Rosana
Senin, 15 Agustus 2022 07:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengakui sempat terjadi keterlambatan pengiriman bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di sejumlah SPBU seiring dengan meningkatnya konsumsi. Namun, perseroan memastikan keterlambatan penyaluran ini tak berarti stok BBM bersubsidi tengah tiris.
"Tidak ada kelangkaan, kalau langka berarti tidak ada barangnya sama sekali. Sempat terjadi keterlambatan pengiriman, tapi saat ini telah berangsur normal. Stok juga dalam keadaan aman,” ujar Area Manager Communication, Relations & CSR, Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat Eko Kristiawan saat dihubungi Tempo pada Minggu, 14 Agustus 2022.
Eko menuturkan Pertamina saat ini belum melakukan pembatasan atau pengendalian penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Meski begitu, dia mengimbau masyarakat untuk menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan serta yang sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan, seperti Pertamax.
"Kami mengimbau agar penggunaan BBM harus sesuai dengan peruntukkannya," kata dia.
Sekretaris Perusahaan Subholding Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting saat dihubungi terpisah mengatakan stok Pertalite dan Solar secara nasional masih tersedia. "Kalau bicara stok nasional di Pertamina sebenarnya posisinya aman," tutur dia.
Dia menjelaskan, stok Pertalite saat ini berada di level aman untuk stok 17 hari ke depan. Sementara stok solar aman dalam 19 hari ke depan. "Dan terus diproduksi. Artinya stok secara nasional di Pertamina mencukupi," tutur Irto. Kendati begitu, Irto tidak menjelaskan berapa banyak stok yang tersedia saat ini.
Sementara itu, Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menjelaskan penyaluran kuota BBM bersubdi sudah disesuaikan untuk kebutuhan nasional. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menerangkan dalam setahun, kuota untuk BBM jenis Pertalite yang disalurkan sudah sebanyak 23,05 kiloliter.
“Berdasarkan realisasi tahun lalu (penyalurannya), melihat pertumbuhan ekonomi, disesuaikan dengan ketersediaan kuota. Tahun 2022 ini ekonomi bangkit, kebutuhan naik,” tutur dia.
<!--more-->
Sinyal Harga BBM Bersubsidi Bakal Naik
Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebelumnya memberikan sinyal bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Rencana itu berembus seiring dengan terus bertambahnya anggaran subsisi hingga berpotensi menembus Rp 600 triliun.
"Jadi tolong sampaikan kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus kita siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," ujar Bahlil, 12 Agustus lalu.
Menurut Bahlil, anggaran subsidi BBM senilai Rp 500-600 triliun yang saat ini dianggarkan pemerintah sama dengan 25 persen total pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dia melihat porsi anggaran tersebut tidak sehat. "Jadi mohon pengertian baiknya."
Bahlil kemudian bercerita pengalamannya di Papua. Ia menyebut warga Papua tak protes jika harga BBM melambung sampai Rp 19 ribu per liter. Sedangkan di wilayah lain, warga kerap keberatan jika harga BBM naik meski kenaikannya sekitar Rp 1.000-2.000 per liter.
"Ya kita doakan lah, kalau ini katakan beban negara tinggi, ya yuk sama-sama kita. Mungkin inilah momentum untuk kita gotong royong, karena untuk menjaga fiskal kita juga agar sehat," ucap Bahlil.
Bahlil melanjutkan, kenaikan harga BBM tak terelakkan lantaran kondisi ekonomi global sedang tidak menentu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II kedua melaju hingga 5,44 persen dan inflasi terkendali di 4,35 persen, harga minyak dunia terus melonjak.
<!--more-->
Pertamina Diminta Kontrol Subsidi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah meminta agar Pertamina bisa mengendalikan volume penyaluran BBM bersubsidi. Dengan begitu, postur APBN bisa tetap terjaga.
"Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul," kata Sri Mulyani, 10 Agustus lalu.
Dengan tak terkendalinya penjualan BBM bersubsidi, menurut dia, alokasi subsidi dan kompensasi energi dapat melebihi dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp 502 triliun pada tahun ini. "Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua," ucap Sri Mulyani.
Sementara itu, Politikus dari Partai Golkar, Maman Abdurrahman, mendorong pemerintah segera menaikkan harga BBM bersubsidi. Sebab, perbedaan selisih harga pasaran dengan harga BBM subsidi sudah terlampau jauh.
Maman mencontohkan harga solar subsidi per liter sekitar Rp 5.000, sedangkan harga BBM solar industri sudah di kisaran Rp 20.000. Oleh sebab itu, selisih harga antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi sudah Rp 15.000 per liter. "Saya mendorong pemerintah segera melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi di dalam negeri," ujar Wakil Ketua Komisi Energi DPR dalam keterangan tertulis, Sabtu, 13 Agustus 2022.
ARRIJAL RACHMAN | HENDARTYO HANGGI | MOH KHORY ALFARIZI
Baca juga: Terpopuler Bisnis: Klaim Dampak Ekonomi IKN ke Warga Lokal, Stok Beras 2 Tahun Sebelum Ekspor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini