Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan, Djoko Winarno, mengatakan hingga saat ini baru memonitor 24 perusahaan yang melakukan reklamasi hutan. Meski begitu belum ada ukuran atau penilaiannya.
"Telah dilakukan pemantauan terhadap perusahaan pertambangan dari 52 perusahaan yang mendapat izin pinjam-pakai," ujar Djoko di sela-sela lokakarya Pedoman Evaluasi Keberhasilan Reklamasi Hutan, di Gedung Rimbawan, Jakarta, Rabu (25/2).
Dari hasil pemantauan tersebut, lahan yang dibuka untuk kegiatan pertambangan adalah seluas 51.613 hektare dan 46 persennya atau 23.831 hektare sudah direklamasi. Sisanya, kata Djoko, masih berupa tambang aktif dan sarana serta prasarana lainnya. Namun Djoko tidak menjelaskan hasil pemantauan dari perusahaan lainnya.
Menurut Djoko kawasan hutan untuk pertambangan dilakukan melalui izin pinjam-pakai dengan mempertimbangkan luas dan jangka waktu tertentu. Selain itu di kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka, kecuali 13 perusahaan yang masuk dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
Menurut Djoko kerusakan hutan yang diakibatkan penggunaan kawasan, wajib dilakukan reklamasi dan rehabilitasi yang harus dilakukan oleh pemegang izin sesuai tahapan kegiatan pertambangan. Hal itu diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Tapi, harus diakui hingga saat ini belum ada pedoman penilaian keberhasilan reklamasi tersebut. "Tugas ini tidak ringan karena menyangkut penilaian kinerja para perusahaan yang mendapat izin pinjam-pakai," kata Djoko.
DIAN YULIASTUTI