Sorgum untuk Substitusi Gandum, Jubir BPN Paparkan Potensinya Sangat Besar
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 8 Agustus 2022 10:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hari Prihatono angkat bicara soal wacana pengembangan sorgum untuk bisa menjadi produk substitusi gandum.
Menurut Hari, program Lumbung Pangan Nasional (food estate) sorgum yang tengah digarap pemerintah di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah adalah kerja sama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
"Itu dari tanah bekas kawasan hutan. Tanah bekas kawasan hutan diredistribusikan kepada masyarakat melalui Program Reforma Agraria," ujarnya pada Tempo, Ahad, 7 Agustus 2022.
Ia menyebutkan pemanfaatan program food estate sorgum yang telah dikembangkan berada di beberapa daerah, seperti Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Hari yang juga menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Kerja Sama Lembaga ini meyakini sorgum dapat dibudidayakan di daerah pertanian tanah kering yang banyak tersebar di Indonesia. Karena itu, Kementerian ATR/BPN telah mengakomodir di tingkat RT RW, Kabupaten/Kota, maupun Provinsi dengan mempertimbangkan kemampuan tanah dan kesesuaiannya.
Selain itu, ia menjelaskan upaya pendayagunaan tanah-tanah yang sesuai rencana tata ruang dan kemampuan tanahnya sudah dilakukan. Di antaranya, tanah yang dikelolah oleh Bank Tanah yang berasal dari kawasan terlantar dan tanah-tanah pihak ketiga yang belum dimanfaatkan dengan baik atau melalui skema reforma agraria maupun kerjasama/distribusi manfaat.
Sorgum, menurut dia, juga dapat menjadi alternatif atau subtitusi impor gandum, bahan pakan ternak, maupun bioetanol. Sorgum merupakan tanaman serealia yang menurutnya potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia. Khususnya, pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia dan tidak memerlukan perawatan yang tinggi.
Selain itu, sorgum juga memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu dan serealia lain. Kebutuhan air untuk tanaman sorgum hanya sepertiga dari tebu dan setengah dari jagung.
Sorgum pun memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah. Selain itu, umur panen sorgum lebih cepat 100-110 hari setelah tanam. Sekali tanam, kata dia, sorgum dapat dipanen dua hingga tiga kali dalam setahun.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira sebelumnya menilai langkah pemerintah untuk mengembangkan sorgum sebagai substitusi impor gandum tidak realistis. "Belum bisa. Skala produksinya masih terlalu kecil," ujarnya, Sabtu, 6 Agustus 2022.
<!--more-->
Persoalan skala produksi ini menurutnya signifikan karena hanya sebagian wilayah di Nusa Tenggara atau di Indonesia bagian Timur yang bisa ditanami sorgum. Sementara di wilayah lainnya, masyarakat lebih tertarik menanam beras karena faktor stabilitas harga.
Selain masalah lahan, menurut Bhima, jika pemerintah ingin membuat food estate sorgum seharusnya memperbaiki terlebih dahulu food estate yang sudah ada sekarang. Sebab, banyak food estate yang masih belum baik dari segi on farm maupun off farm-nya, juga pada saat pengerjaan maupun saat pengolahan pascapanen.
Ia berharap pemerintah dapat memperbaiki dulu food estate yang sudah ada sekarang, baru membahas soal komoditas lainnya. Sehingga anggaran untuk proyek tersebut tidak terbuang percuma. Apalagi jika pemerintah ingin menjawab krisis pangan, perlu dipikirkan jangka waktu proyek ini membuahkan hasil.
"Ternyata proyeknya masih 10-20 tahun lagi berhasilnya, padahal krisis pangannya terjadi sekarang," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mencetak lahan sorgum hingga 154 hektare sampai 2024 nanti. Merespons permintaan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun mengaku hingga bulan Juni 2022 realisasi luas tanam sorgum sudah mencapai 4.355 hektare dan tersebar di enam provinsi.
Luas tanam sorgum memiliki perkiraan produksi sebesar 15.243 ton atau dengan produktivitas 3,63 ton per hektare. Luasan tersebut akan dipersiapkan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Arahan Bapak Presiden seluruhnya perlu dipersiapkan agar kita punya substitusi dan diversifikasi dari produk tersebut,” ujar Airlangga.
Baca: Setahun Ambil Alih Blok Rokan dari Chevron, Pertamina Mengebor 376 Sumur Baru
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.