Komisi I DPR Soroti Molornya Pembangunan Tower BTS Bakti Kominfo
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 8 Juni 2022 13:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono, menyoroti molornya pembangunan base transceiver station atau tower BTS yang digarap Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo. Dave meminta Kementerian segera menindaklanjuti penyebab mundurnya proyek tersebut.
“Untuk pembangunan BTS yang dilakukan Kominfo melalui Bakti. Ada beberapa wilayah yang terhambat baik pembangunan atau penggunaannya,” kata Dave dalam rapat kerja bersama Kominfo di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 8 Juni 2022.
Proyek pembangunan tower BTS diinisiasi sejak akhir 2020 ini direncanakan menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T atau terdepan, terluar, dan tertinggal hingga 2023. Pembangunan tersebut terbagi atas dua tahap.
Tahap pertama, BTS ditargetkan berdiri di 4.200 lokasi dan penggarapannya semestinya telah rampung pada 2022. Sedangkan sisanya diselesaikan sampai 2023. Namun hingga kuartal II 2022, BAKTI tercatat baru merampungkan 2.060-2.070 tower untuk tahap pertama.
Dave meminta penjelasan terhadap kelanjutan pembangunan BTS. Menurut dia, pemerintah perlu memperhatikan proyek strategis nasional itu agar daerah-daerah terluar terjangkau oleh akses jaringan Internet.
“Apakah masuk dalam anggaran kominfo untuk menyelesaikan masalah sehingga tidak ada lagi daerah yang tidak ter-cover,” katanya.
Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI Feriandi Mirza mengatakan ada berbagai hambatan yang dialami oleh pekerja di lapangan baik di daerah Papua dan non-Papua. Di wilayah luar Papua, dia bercerita penyelesaian proyek pembangunan BTS sempat terganggu oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi rantai pasok.
Selama wabah meluas, kontraktor BTS kesulitan mendapatkan perangkat microchip yang masih banyak diimpor dari negara lain, seperti Cina. “Karena perangkat (telekomunikasi) ini mostly 100 persen masih impor,” katanya kepada Tempo.
Pasokan perangkat telekomunikasi dari negara-negara produsen microchip menyusut lantaran produksi berkurang. Ditambah lagi, lalu-lintas logistik dari satu negara ke negara lain terganggu karena kebijakan lockdown.
Sementara itu di wilayah Papua, penyelesaian pembangunan BTS sempat terkendala oleh beberapa masalah. Misalnya, soal keamanan. Feriandi bercerita entitasnya sempat diminta menghentikan sementara proyek pembangunan BTS oleh Kepolisian Daerah Papua setelah tragedi penembakan delapan pekerja Palapa Ring Timur.
“Plus ada kejadian lain, insiden kecil di berbagai area di Provinsi Papua. Intinya kamu bukan ingin menempatkan pekerja di risiko yang sama,” ucap dia. Selain masalah keamanan, Feriandi menyinggung persoalan geografis di beberapa titik di Papua yang sulit dijangkau dengan akses darat.
Untuk beberapa wilayah, ia mengatakan pengiriman material harus diangkut menggunakan helikopter. Rantai panjang pengiriman ini diklaim membuat pekerjaan tak selesai tepat waktu.
Baca Juga: Ada Tower BTS Roboh, Wali Kota Depok: Provinsi Kasih Izin tanpa Mengawasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini