Marak Gelembuk PHK di Startup, Ini Penyebabnya Menurut Kadin
Reporter
Bisnis.com
Editor
Francisca Christy Rosana
Kamis, 26 Mei 2022 19:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengutarakan penyebab pelbagai perusahaan rintisan atau startup melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawan baru-baru ini. PHK itu belakangan terjadi di perusahaan digital Zenius dan LinkAja.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz mengatakan PHK tidak dapat dihindari karena merupakan bagian dari proses bisnis. Dia berujar, prinsip startup yang mengandalkan teknologi akan terus berubah dalam waktu yang relatif cepat.
“Karena startup itu dengan suatu teknologi mau tidak mau paling enggak penyesuaian upgrading-nya harus dilakukan. Sistem itu selalu berubah, teknologi sering berubah dalam hitungan bulan atau tahun,” ujar Adi, Kamis, 26 Mei 2022, seperti dikutip dari Bisnis.
Untuk menghadapi perubahan sistem, startup pun melakukan efisiensi dan reorganisasi sumber daya manusia (SDM). Ditambah, Adi mengatakan, beberapa kompetensi yang mungkin dibutuhkan satu tahun lalu bisa jadi sudah tidak relevan tahun ini.
“Jika penyesuaian bisnis terjadi, karyawan tidak bisa memenuhi kebutuhan model kerja startup, bisa jadi pengurangan pegawai akan terjadi karena tenaganya tidak dibutuhkan lagi disebabkan tidak ada kesesuaian bidang kerja,” kata Adi.
Di sisi lain, ia menyatakan PHK karyawan juga terjadi akibat dampak pandemi Covid-19. Persaingan bisnis di startup yang sangat ketat tak bisa dihindari sehingga perusahaan perlu melakukan inovasi-inovasi yang dibutuhkan pelanggan dan bisa diterima di pasar.
<!--more-->
Baru-baru ini startup yang bergerak di bidang pendidikan, Zenius, mengumumkan PHK terhadap tenaga kerjanya yang berjumlah 200 orang. Pekerja yang tereliminasi itu mayoritas bekerja sebagai tim produksi dan tim konten.
Tak hanya Zenius, LinkAja pun melakukan PHK terhadap puluhan pekerjanya. Perusahaan dompet digital di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) itu merampingkan karyawan untuk bagian teknologi informasi—menurut informasi yang dihimpun Tempo.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan selain terimpit kondisi pandemi Covid-19, banyak start up berguguran karena persaingan yang ketat. Walhasil untuk meraih pengguna, perusahan-perusahaan rintisan pun banyak membakar uang.
“Sementara, pendanaan kian ke sini juga kian sulit,” ucap Heru.
Sulitnya memperoleh pendanaan umumnya dialami oleh perusahaan layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya, seperti e-commerce, perusahaan pembayaran digital, dan perusahaan travel serta edukasi. Perusahaan-perusahaan tersebut digantikan dengan arah baru start up yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things, dan metaverse.
“Sehingga bagi start up generasi satu yang kekurangan modal saat ini perlu efisiensi, masuk ke bursa, mencoba konsolidasi dengan pemain lain atau ya terpaksa gugur,” ucap Heru.
Heru mengatakan agar start up bisa bertahan dengan persaingan bisnis yang semakin sengit dengan mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO). Syaratnya, perusahaan memiliki ekosistem pengguna yang cukup banyak dan telah cukup memperoleh pendanaan.
BISNIS | CAESAR AKBAR
Baca: Persaingan Ketat, Startup Hadapi Musim Paceklik?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.