Surplus APBN Rp 103,1 Triliun, Ekonom: Sebenarnya Ada Lonjakan Belanja di..
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 24 Mei 2022 17:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan surplus APBN hingga April 2022 sebesar Rp 103,1 triliun disebabkan oleh tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah booming harga komoditas, penekanan terhadap belanja pemerintah, dan kenaikan pajak PPN menjadi 11 persen.
Menurut Bhima, lonjakan harga komoditas yang terjadi sebelum kuartal I tahun ini adalah faktor utama surplus APBN. Selain itu, Bhima mengatakan surplus terjadi karena faktor belanja pemerintah yang ditekan selama kuartal pertama.
“Di kuartal pertama belanja pemerintah mengalami kontraksi dibandingkan kuartal pertama 2021,” kata Bhima Yudhistira saat dihubungi Tempo, Senin, 23 Mei 2022.
Menurut Bhima, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pelebaran subsidi energi di semester kedua atau pasca Lebaran. Adapun pelebaran defisit outlook APBN 2022 yang baru direvisi sangat tinggi atau 4,5 persen.
“Jadi ini anomali. Pemerintah mengklaim surplus, tetapi sebenarnya mengalami lonjakan belanja di semester II, terutama dari pelebaran subsidi energi, bansos, dan inflasi yang meningkat, serta tekanan suku bunga,” kata Bhima.
Menanggapi belanja April yang lebih tinggi dibanding periode sebelumnya, Bhima mengatakan pemerintah menggencarkan belanja untuk pegawai negeri dan THR.
Selain itu, pemerintah mempersiapkan penambahan alokasi subsidi karena saat itu terjadi migrasi besar-besaran dari pengguna Pertamax ke Pertalite. Bahkan sempat terjadi kelangkaan solar di sejumlah daerah sehingga anggaran subsidi energinya membengkak signifikan.
“Tinggi belanja April ini disebabkan belanja pegawai. Selain itu ada tunjangan kinerja ASN yang naik 50 persen,” tutur Bhima.
<!--more-->
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga April 2022 mengalami surplus sebesar Rp 103,1 triliun atau 0,58 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Surplus APBN didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp 853,6 triliun atau lebih tinggi dari belanja negara yang sebesar Rp 750,5 triliun.
“APBN kita dalam posisi surplus Rp 103,1 triliun bandingkan tahun lalu yang defisit Rp 138,2 triliun. Ini baliknya sangat cepat sekali atau 174,7 persen,” kata Sri Mulyani, Senin, 23 Mei 2022.
Pendapatan negara yang mencapai Rp 853,6 triliun ini, kata Sri Mulyani, meningkat 45,9 persen ketimbang periode sama tahun lalu atau Rp 584,9 triliun. Peningkatan pendapatan didorong oleh penerimaan perpajakan Rp 676,1 triliun.
Pendapatan dari sisi perpajakan, dia menerangkan, naik 49,1 persen dari Rp 453,5 triliun pada April 2021. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) moncer dengan capaian Rp 177,4 triliun.
Dalam APBN, terlihat penerimaan perpajakan tersebut terdiri atas penerimaan pajak Rp 567,7 triliun yang naik 51,5 persen dari periode sama tahun lalu Rp 374,6 triliun. Pendapatan kepabeanan dan cukai tercatat Rp 108,4 triliun, naik 37,7 persen dari sebelumnya Rp 78,7 triliun.
Baca: Hutama Karya Garap Pembangunan Jalur Kereta Medan-Binjai Rp 172 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.