Polemik JHT Baru Bisa Cair Saat Usia 56 Tahun, Bagaimana Pengaturannya?
Reporter
M. Faiz Zaki
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 13 Februari 2022 14:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada awal bulan ini baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Aturan ini diundangkan pada 4 Februari 2022 lalu dan menggantikan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Peraturan terbaru dari Kemenaker tersebut menjadi buah bibir publik lantaran persyaratan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yakni peserta harus mencapai usia pensiun yaitu 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Hal itu terdapat dalam pasal 2 poin a, b, dan c Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Berikutnya, pada pasal 3 disebutkan manfaat JHT diberikan kepada peserta yang mencapai usia 56 tahun. Selanjutnya pasal 4 ayat 1 mengatakan peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pasal 3 termasuk juga peserta yang berhenti bekerja.
Lalu pasal 4 ayat 2 mengategorikan peserta yang berhenti bekerja meliputi tiga keadaan, yakni peserta mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK, atau peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Adapun pasal 5 menyebutkan manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri dan terkena PHK seperti yang disebut pada pasal ayat 2 huruf a dan b, diberikan pada saat peserta berusia 56 tahun.
Sedangkan pasal 6 menjelaskan kepada peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Bagi mereka, manfaat JHT diberikan sebelum atau setelah peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Jika peserta mengalami keadaan cacat total tetap, pasal 7 menjelaskan bahwa JHT dapat diberikan pada usia peserta sebelum mencapai usia pensiun. Hak atas manfaat JHT-nya diperhitungkan mulai tanggal 1 bulan berikutnya setelah peserta dinyatakan mengalami cacat total tetap.
<!--more-->
Mekanisme penetapan cacat total tetap itu dilakukan sebagaimana ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian manfaat JHT untuk peserta yang meninggal dunia diatur pada pasal 8. Dalam pasal itu disebutkan dana manfaat JHT akan diberikan ke ahli waris peserta yang meliputi: janda, duda, atau anak.
Manfaat JHT diberikan sesuai urutannya, antara lain keturunan sedarah peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua, saudara kandung, mertua, dan pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh peserta.
Lalu pada pasal 8 ayat 4 diatur lebih lanjut bila pihak-pihak yang ditunjuk dalam wasiat peserta sebelumnya tidak ada, maka manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun pada bagian pertimbangan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disebutkan bahwa perubahan aturan dilakukan karena kebijakan sebelumnya dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelindungan peserta jaminan hari tua, sehingga perlu diganti.
Perubahan aturan ini yang kemudian menjadi polemik karena pada aturan sebelumnya di pasal 5 Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 disebutkan manfaat JHT bisa dicairkan untuk peserta yang mengundurkan diri setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terbit. Namun di aturan terbaru, JHT baru bisa cair bila peserta telah memasuki usia pensiun yakni 56 tahun.
Pro dan Kontra Permenaker Terbaru
Adalah Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat yang menolak keras atas pemberlakuan Permenaker soal JHT tersebut. Sebab, saat ini banyak pekerja korban PHK dengan berbagai sebab dan mereka membutuhkan dana JHT bisa cair secepatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapatkan pesangon, antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Sehingga pekerja sangat berharap bisa mencairkan JHT yang menjadi haknya,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 12 Februari 2022.
<!--more-->
Kebijakan itu juga sangat merugikan, menurut Mirah, karena JHT pada prinsipnya adalah hak pekerja. "Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja yang bukan milik pemerintah," tuturnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menyatakan pemanfaatan JHT dari BPJS Ketenagakerjaan diubah dari yang sebelumnya terjadi. Selama ini buruh korban PHK menggunakan dana JHT untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di masa mendatang, kata Dita, buruh korban PHK diarahkan memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diluncurkan pemerintah. “Sekarang kita punya program baru yaitu JKP/Jaminan Kehilangan Pekerjaan untuk korban PHK. Dulu JKP gak ada. Maka wajar jika dulu teman-teman ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT,” cuit Dita lewat akun Twitter-nya @Dita_Sari_, Jumat, 11 Februari 2022.
Ia menyatakan bisa mengerti keluhan yang disampaikan oleh para buruh soal JHT yang tidak bisa langsung dicairkan saat PHK. Sebab, masyarakat belum tersosialisasi tentang program JKP. Program JKP, kata Dita, akan diluncurkan secara resmi pada 22 Februari 2022.
Dita menjelaskan, selain mendapat pesangon, korban PHK akan dapat JKP dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis hingga akses lowongan kerja. Karena sudah ada JKP dan pesangon itulah, maka waktu pencairan JHT digeser menjadi hanya bisa dilakukan pada umur pensiun agar manfaat BPJS bisa tersebar.
“Karena ada kata 'hari tua' (dalam Jaminan Hari Tua atau JHT), ya sudah dikembalikan sebagai bantalan hari tua sesuai UU SJSN 40/2004. Memang aslinya untuk itu,” cuit Dita.
FAIZ ZAKI | MUHAMMAD HENDARTYO
Baca: Indodax: Token ASIX Anang Hermansyah Penuhi Kriteria untuk Listing
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu