IMF Turunkan Proyeksi Ekonomi Global 2022 Menjadi 4,4 Persen

Rabu, 26 Januari 2022 08:29 WIB

Logo IMF. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh 4,4 persen pada 2022, turun 0,5 poin persentase dari perkiraan Oktober. Proyeksi ini berdasarkan rilis laporan World Economic Outlook yang telah diperbaharui.

Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF Gita Gopinath mengatakan pertumbuhan akan melambat karena ekonomi dinia bergulat dengan gangguan pasokan, inflasi yang lebih tinggi, rekor utang dan ketidakpastian yang terus-menerus.

"Penyebaran varian Omicron yang cepat telah menyebabkan pembatasan mobilitas baru di banyak negara dan meningkatkan kekurangan tenaga kerja," kata Gopinath pada konferensi pers virtual pada Selasa 25 Januari 2022.

Dia menambahkan bahwa sementara Omicron akan membebani aktivitas pada kuartal pertama tahun 2022, efek ini akan memudar mulai kuartal kedua.

"Gangguan pasokan masih membebani aktivitas dan berkontribusi pada inflasi yang lebih tinggi," menambah tekanan dari permintaan yang kuat dan kenaikan harga makanan dan energi, kata Gopinath.

Ketidakseimbangan pasokan-permintaan diasumsikan menurun selama tahun 2022 berdasarkan ekspektasi industri akan peningkatan pasokan, karena permintaan secara bertahap menyeimbangkan kembali dari barang ke jasa, dan dukungan kebijakan yang luar biasa ditarik, menurut laporan terbaru.

<!--more-->

IMF telah merevisi perkiraan inflasi 2022 untuk pasar negara maju dan emerging market dan negara berkembang, dengan tekanan harga yang tinggi diperkirakan akan bertahan lebih lama. Dengan asumsi ekspektasi inflasi tetap terjaga, inflasi diperkirakan akan mereda pada 2023.

Namun perkiraan tersebut tunduk pada ketidakpastian yang tinggi dan risiko secara keseluruhan mengarah ke sisi penurunan, termasuk munculnya varian yang lebih mematikan, kata Gopinath.

Dengan kenaikan suku bunga, negara-negara berpenghasilan rendah, di mana 60 persennya sudah berada dalam atau berisiko tinggi mengalami kesulitan utang, akan merasa semakin sulit untuk membayar utang mereka, dia memperingatkan, menyerukan perubahan Kerangka Umum G20 untuk memberikan restrukturisasi utang dengan lebih cepat.

IMF telah berulang kali menekankan perbedaan dalam prospek di seluruh negara. "Sementara ekonomi maju diproyeksikan untuk kembali ke tren pra-pandemi tahun ini, beberapa negara emerging market dan negara berkembang diproyeksikan memiliki kerugian output yang cukup besar dalam jangka menengah," kata Gopinath.

Sampai sekarang hanya 4 persen dari populasi negara-negara berpenghasilan rendah yang divaksinasi penuh dibandingkan 70 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi, menurut pemberi pinjaman multilateral itu.

Ada kebutuhan "mendesak" untuk menutup kesenjangan pembiayaan 23,4 miliar dolar AS untuk Access to COVID-19 Tools Accelerator, sebuah platform global yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia, dan untuk mendorong transfer teknologi guna membantu mempercepat diversifikasi produksi global alat-alat medis penting, terutama di Afrika, kata Gopinath.

Di tingkat nasional, katanya, kebijakan harus tetap disesuaikan dengan keadaan spesifik negara termasuk tingkat pemulihan, tekanan inflasi yang mendasari dan ruang kebijakan yang tersedia.

Gopinath mencatat bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan kerugian dapat dikendalikan dan untuk mengurangi kesenjangan yang lebar dalam prospek pemulihan di seluruh negara. Inisiatif kebijakan, katanya, diperlukan untuk membalikkan kerugian belajar yang besar yang dialami anak-anak, terutama di negara berkembang.

<!--more-->

Pada iklim, "dorongan yang lebih besar" diperlukan untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050, dengan mekanisme penetapan harga karbon, investasi infrastruktur hijau, subsidi penelitian, dan inisiatif pembiayaan, tambahnya.

"Pembuat kebijakan harus waspada memantau petak luas data ekonomi yang masuk, mempersiapkan kontinjensi, dan siap untuk berkomunikasi dan melaksanakan perubahan kebijakan dalam waktu singkat," katanya. "Secara paralel, kerja sama internasional yang berani, dan efektif harus memastikan bahwa ini adalah tahun di mana dunia lepas dari cengkeraman pandemi."

IMF memperkirakan pertumbuhan global akan melambat menjadi 3,8 persen pada 2023. Ini 0,2 poin persentase lebih tinggi dari World Economic Outlook Oktober lalu dan sebagian besar mencerminkan kenaikan setelah hambatan saat ini pada pertumbuhan menghilang, menurut laporan terbaru.

Baca: 76 Tahun Bank Dunia, Targetnya Akhiri Kemiskinan Ekstrem 2030

Advertising
Advertising

Berita terkait

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

2 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

2 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

3 hari lalu

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

3 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa alasan bank sentral?

Baca Selengkapnya

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

4 hari lalu

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

PT Laba Forexinfo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencatat, mata uang rupiah ditutup menguat dalam perdagangan akhir pekan.

Baca Selengkapnya

Apindo Sebut Keputusan MK dalam Sengketa Pilpres Berdampak Positif bagi Investasi dan Dunia Usaha

5 hari lalu

Apindo Sebut Keputusan MK dalam Sengketa Pilpres Berdampak Positif bagi Investasi dan Dunia Usaha

Asosiasi Pangusaha Indonesia atau Apindo merespons soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan dalam sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

5 hari lalu

Peneliti Paramadina Sebut Nilai Tukar Rupiah Melemah Bukan karena Konflik Iran-Israel

Nilai tukar rupiah yang melemah menambah beban karena banyak utang pemerintah dalam denominasi dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

5 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Bertemu Managing Director IFC, Apa Saja yang Dibicarakan?

6 hari lalu

Sri Mulyani Bertemu Managing Director IFC, Apa Saja yang Dibicarakan?

Sri Mulyani melakukan pertemuan bilateral dengan Managing Director IFC Makhtar Diop di Washington DC, Amerika Serikat. Apa saja yang dibicarakan?

Baca Selengkapnya

Menkeu Sri Mulyani Siapkan Strategi Jaga Rupiah di Tengah Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Menkeu Sri Mulyani Siapkan Strategi Jaga Rupiah di Tengah Konflik Iran-Israel

Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyiapkan strategi untuk menjaga nilai tukar rupiah di tengah konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya