Alasan DPD Pertanyakan Komitmen Sri Mulyani pada Otonomi Daerah
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 24 Januari 2022 15:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mempertanyakan turunnya alokasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2022 ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ketua Komisi IV DPD Sukiryanto lalu menyinggung soal otonomi daerah akibat penurunan ini.
"Penurunan angka TKDD ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah pusat dalam mendukung otonomi daerah," kata dia dalam rapat bersama di Jakarta, Senin, 24 Januari 2022.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan TKDD sebesar Rp 769,61 triliun. Anggaran ini turun dibandingkan 2021 yang mencapai Rp 770,27 triliun dan 2019 yang Rp 812,97 triliun. Akan tetapi, nominal tahun ini lebih besar dibanding 2020 yang sebesar Rp 762,53 triliun.
Sukiryanto juga mempertanyakan porsi TKDD terhadap total belanja negara yang terus turun dalam enam tahun terakhir. Dari 38,1 persen pada 2016 menjadi 28,4 persen 2022. Selain itu, ia mempertanyakan penyaluran dana TKDD yang sering terlambat pada 2021.
Lalu, Sukiryanto mengungkapkan penyaluran TKDD yang masih mengalami kendala dan harus jadi perhatian, terutama pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). "Salah satu penyebabnya daerah belum memenuhi persyaratan untuk disalurkan," kata dia.
Merespons hal tersebut, Sri Mulyani menyebut angka TKDD sebesar Rp 769,61 triliun tahun ini tak lepas dari pembahasan UU Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2022 yang dilakukan sebelum adanya lonjakan harga komoditas di akhir tahun lalu.
<!--more-->
Sehingga, pendapatan negara 2022 masih dipatok Rp Rp 1.846 triliun. Tapi ternyata, realisasi pendapatan negara di 2021 bisa tembus di atas Rp 2.000 triliun akibat naiknya harga komoditas.
Karena itu, alokasi TKDD tahun ini masih menggunakan formula Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto yang belum direvisi berdasarkan pengaruh komoditas. "Ini tidak ada hubungannya dengan komitmen desentralisasi atau tidak," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani lantas mencontohkan situasi di tahun 2022 ketika pendapatan negara anjlok 16 persen dan penerimaan pajak 19 persen. Secara teoritis, kata dia, TKDD seharusnya turun mengikuti besaran tersebut. "Tapi hanya dipotong 6,2 persen," kata dia.
Bagi Sri Mulyani, hal ini bukan masalah komitmen mengenai otonomi daerah atay desentralisasi, tapi ini strategi of survival. Sebaliknya ketika penerimaan naik karena harga komoditas, maka Sri Mulyani mengklaim langsung membayar sebagian ke daerah.
Ia mencontohkan DBH 2021 yang dipatok di APBN 2021 sebesar Rp 102 trilin, tapi realisasinya Rp 117 triliun lebih. "Jadi tidak seperti orang mengatakan seolah-olah ini angkanya ditetapkan UU, saya melototin APBN sambil berdoa. Tidak, itu bergerak, UU bilang begini nyatanya begini," ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Airlangga: Anggaran Pembangunan Tahap I Ibu Kota Negara Rp 45 Triliun
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.