Jokowi Yakin Indonesia jadi Pemimpin Pasar Global Perdagangan Karbon
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 21 Januari 2022 10:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo alias Jokowi meyakini Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon dunia. Bahkan, Indonesia diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon Peru, Kenya, dan Brasil sebagai sesama negara dengan luasan hutan tropis terbesar di dunia.
“Pembentukan harga carbon by country di Indonesia juga relatif bersaing dibandingkan negara pionir perdagangan karbon lainnya di dunia seperti Brasil, Peru, dan India,” katanya dalam keterangan tertulis Setkab, Kamis, 20 Januari 2022.
Dia menyebutkan Indonesia telah memiliki beberapa proyek percontohan REDD+ dengan skema Result-Based Payment (RBP) seperti Green Climate Fund (GCF), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), dan Bio Carbon Fund (BCF) dengan total nilai komitmen sekira US$ 273,8 juta.
Jokowi turut memaparkan sejumlah strategi kebijakan pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau.
Strategi tersebut, yaitu melalui pembangunan rendah karbon sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Selanjutnya, kebijakan net zero emissions dengan diterbitkannya peta jalan untuk mencapai net zero emission pada 2060, termasuk net sink sektor kehutanan dan lahan pada 2030.
“Ketiga, pemberian sejumlah stimulus hijau untuk mendorong peningkatan realisasi ekonomi hijau,” ucapnya.<!--more-->
Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan bahwa upaya konservasi dan restorasi lingkungan cukup berhasil dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, laju deforestasi turun signifikan hingga 75 persen pada periode 2019-2020, yaitu 115 ribu hektare.
Selain itu, kebakaran hutan mengalami penurunan secara drastis, yaitu jumlah titik panas atau hotspot pada 2021 yang mencapai 1.369 titik, turun jauh terhitung dari 2014 sebanyak 89.214 titik.
Demikian pula dengan luas lahannya pada 2021 mencapai 229 ribu hektare yang turun dari 2014 mencapai 1,7 juta hektare.
Selanjutnya, dia menyebutkan bahwa restorasi lahan gambut juga berjalan baik. Pada rentang 2016 hingga 2021, lahan gambut seluas 3,74 juta hektare telah direstorasi.
Di samping itu, rehabilitasi mangrove dilakukan besar-besaran yang mencakup 50 ribu hektare lahan pada 2020-2021.“Target 2024 600 ribu hektare, terluas di dunia dengan daya serap karbon empat kali lipat dibanding hutan tropis. Bahkan, dengan below ground mangrove dapat mencapai 10-12 kali lipat,” katanya.
Selain itu, pemerintah telah menyiapkan skema pembiayaan konservasi dan restorasi, yaitu melalui pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup.
Pemerintah juga melakukan penerbitan green sukuk, yaitu skema pembiayaan inovatif untuk membiayai agenda pembangunan yang ramah lingkungan.
Penerbitan government bonds kategori Environmental, Social, and Governance (ESG) bertujuan memperluas basis investasi yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial, serta melakukan pengembangan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi.
Kemudian, penerapan budget tagging untuk anggaran iklim pada APBN dan menerapkan pajak karbon dalam menangani perubahan iklim.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik Akibat Omicron, Jokowi: Hindari Keramaian, WFH Kalau Bisa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.