Bos BPJS Kesehatan Soal Surplus di 2021: Bersyukur, Meski Belum Sehat Sekali
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 20 Januari 2022 10:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan lembaga yang dipimpinnya berhasil mencatatkan surplus pada akhir tahun 2021 lalu.
"Kami bersyukur sudah mulai positif, meski belum sehat sekali," kata Ghufron dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu, 19 Januari 2022. Hal ini baru pertama kali terjadi sejak tahun 2015 silam.
"Biasanya kami defisit dan selalu ramai di DPR. Di Desember 2020, pernah cashflow positif, tapi kalau kewajibannya dijalankan, seperti utang - utang, dan sebagainya, jadi defisit," ujar Ghufron.
Lebih jauh Ghufron menjelaskan, surplus berhasil diraih karena ada lonjakan signifikan aset bersih dana jaminan sosial kesehatan pada 2021. Hingga Desember 2021, posisi aset bersih dana jaminan sosial kesehatan mencapai Rp 39,45 triliun.
Kondisi keuangan itu meningkat ketimbang tahun 2019 dan 2020 lalu yang mencatatkan defisit masing-masing sebesar Rp 51 triliun dan Rp 5,69 triliun.
Adapun posisi aset bersih per 31 Desember 2021 senilai Rp 39,45 triliun tersebut, menurut Ghufron, dalam kategori sehat dan mampu memenuhi 4,83 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan. Posisi tersebut telah melampaui ketentuan minimum yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
Pasal 37 ayat (1) aturan itu disebutkan bahwa kesehatan keuangan aset DJS diukur berdasarkan aset bersih dengan ketentuan, antara lain paling sedikit harus mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk 1,5 bulan ke depan. Selain itu, aset bersih paling banyak sebesar estimasi pembayaran klaim untuk 6 bulan ke depan.
Ghufron menjelaskan, ada tiga hal yang menyebabkan aset bersih dana jaminan sosial positif.
Pertama, kenaikan penyesuaian tarif peserta BPJS Kesehatan. Kedua, adanya pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat enggan ke rumah sakit sehingga klaim BPJS Kesehatan menurun.
Ketiga, pihak manajemen bekerja keras untuk bisa mengendalikan pelayanan yang tidak perlu sehingga meski dalam keadaan sulit, keuangan bisa terjaga. "Jadi, itu mengapa BPJS Kesehatan jadi positif," kata Ghufron.
Walau begitu, menurut dia, kondisi keuangan BPJS Kesehatan belum betul-betul aman mengingat perkembangan pandemi yang masih sulit diprediksi. Lembaganya masih perlu mengantisipasi tren peningkatan utilisasi pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai rebound.
<!--more-->
Pasalnya, tren tersebut dikhawatirkan dapat kembali menekan keuangan dana jaminan sosial kesehatan. Apalagi belakangan terjadi penurunan kasus Covid-19 pada Oktober 2021 dan berdampak terhadap peningkatan kunjungan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
Per November 2021, kunjungan rawat jalan sudah naik 9,62 persen dan rawat inap sebesar 9,6 persen. "Ada fenomena rebound dan saya dilapori oleh direktur beberapa rumah sakit bahwa utilisasi meningkat tajam," ucap Ghufron.
BPJS Kesehatan mencatat realisasi penerimaan iuran sampai per Desember 2021 mencapai Rp 139,55 triliun. Realisasi tersebut melebih target yang ditetapkan sebesar Rp 138,4 triliun, sedangkan realisasi pembayaran biaya manfaat sepanjang 2021 mencapai Rp 90,33 triliun.
Sebelumnya, Ghufron pernah mengungkapkan kekhawatirannya jika terjadi peningkatan utilisasi layanan JKN secara tajam, keuangan BPJS Kesehatan bisa kembali mengalami defisit. Badan tersebut pun telah melakukan sejumlah simulasi dengan berbagai macam asumsi dari skenario baik hingga yang terburuk.
Ghufron menuturkan, berdasarkan proyeksi yang telah dibuat, potensi defisit bisa terjadi lagi pada 2023. Ia telah membuat sejumlah prediksi dengan memasukkan berbagai asumsi seperti beberapa fasilitas yang kerja sama meningkat, utilisasi meningkat dan kenaikan harga. "Kurang lebih pada 2023 itu sudah defisit," katanya.
Namun, dengan akumulasi positif pada 2021 dan 2022 itu, menurut dia, defisit masih bisa ditalangi pada 2023. "Nah, 2024 ini mungkin pas-pasan. Kalau 2025, tidak ada perubahan dan antisipasi, ya defisit," ucapnya pada pertengahan September 2021 lalu.
Adapun Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Achmad Yurianto juga pernah mengatakan bahwa pihaknya telah mengkomunikasikan sejumlah masukan terkait tren rebound utilisasi pelayanan JKN kepada Dirut BPJS Kesehatan.
Pertama, menyiapkan mitigasi risiko jangka pendek maupun jangka panjang atas potensi lonjakan peningkatan jumlah kasus selama masa pandemi maupun pascapandemi Covid-19. "Tren sekarang sudah menunjukkan rebound terhadap layanan JKN, beberapa saat lalu sempat turun karena berbagai faktor," kata Achmad.
Kedua, menyusun proyeksi cash flow dan strategi biaya manfaat BPJS Kesehatan dalam jangka panjang guna memastikan kesiapan kondisi finansial DJS selama masa pandemi maupun pascapandemi. "Terkait adanya wacana penyesuaian tarif kapitasi dan INA CBG, serta penjaminan Covid ke dalam lingkup JKN," ujar Achmad.
BISNIS
Baca: Kini Giliran Muhammadiyah Resmi Haramkan Kripto, Apa Sebabnya?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.