Pertamina Beberkan Audit Penangkal Petir Usai Kebakaran Tangki di Kilang Cilacap
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 15 November 2021 20:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) telah melakukan audit atas sistem proteksi petir dengan adanya fenomena cuaca ekstrem di beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi lokasi keberadaan kilang. Hasil audit ini disampaikan usai terjadinya kebakaran tangki di kilang refinery unit atau RU IV Kilang Cilacap, Jawa Tengah.
"Hasil evaluasi kami dibantu pakar petir perlu dilakukan penambahan alat yang lebih sesuai dengan kondisi cuaca saat ini," kata Sekretaris Perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional, Ifki Sukarya, kepada Tempo, Senin, 15 November 2021.
Sebelumnya, kebakaran terjadi di tangki berisi Pertalite di kilang Cilacap pada Sabtu malam, pukul 19.20 WIB, 13 November dan baru bisa padam total Minggu pagi, pukul 7.45 WIB, 14 November 2021. Belum ada keterangan apakah kebakaran ini benar karena petir.
Akan tetapi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dan Geofisika atau BMKG telah mengidentifikasi ada dua sambaran petir di sekitar waktu kejadian. "Dengan jarak kurang lebih 12 kilometer sebelah timur laut kilang," tulis BMKG menjelaskan lokasi petir terdekat saat merespon kebakaran ini.
Setelah kejadian ini, Ombudsman RI pun meminta Pertamina mengevaluasi alat penangkal petir yang digunakan di kilang minyak. Sebab penangkal petir Pertamina yang sudah berstandar internasional dinilai perlu dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik petir di tanah air.
"Itu hasil pembahasan kajian Ombudsman bersama ahli petir dari Institut Teknologi Bandung (ITB)," kata anggota Ombudsman Hery Susanto. Ahli petir yang dimaksud oleh Hery adalah Reynaldo Zoro.
Pada 25 Oktober 2021, Hery menyebut Ombudsman mengundang Reynaldo ke kantor mereka untuk melengkapi laporan investigasi inisiatif atas kasus kebakaran. Bukan di kilang Cilacap, tapi kebakaran di kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Maret 2021.
Dari situlah, Ombudsman mendapat informasi dari Reynaldo bahwa sistem proteksi petir pada industri minyak dan gas di Indonesia secara umum sudah mengikuti standar internasional NFPA 780, API 653, dan API RP 2003.
Standar NFPA 780 mengatakan bahwa tangki yang terbuat dari metal dengan ketebalan 4,8 mm bersifat self-protected terhadap dampak sambaran langsung petir. Sehingga, kata Hery merujuk pada informasi dari Reynaldo, tidak memerlukan adanya proteksi petir tambahan.
<!--more-->
Namun berdasarkan statistik, Hery menyebut tangki di Indonesia hampir setiap tahun terbakar dan meledak akibat sambaran petir. Ia menduga kondisi ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan karakteristik petir yang beriklim subtropis.
Walhasil, penangkal petir standar internasional yang mengacu pada kondisi wilayah subtropis pun dinilai tak cukup melindungi tangki dari sambaran petir tropis di tanah air. "Sebaiknya tetap sesuai standar internasional dan adaptasi terhadap karakteristik petir di Indonesia," kata Hery.
Reynaldo juga pernah menyampaikan hal serupa. Ia menyebut kilang Pertamina telah memakai penangkal petir yang standar sesuai aturan internasional. Namun perangkat itu dinilai tidak cukup melindungi tangki-tangki yang tebalnya 4,8 milimeter.
Sebab standar penangkalnya mengacu pada petir-petir di negara subtropis. “Hampir di seluruh Indonesia, muatan petirnya besar, amplitudonya tinggi, gelombangnya curam, kemudian kemampuan merusaknya besar, itu namanya petir tropis,” ujarnya pada 6 April 2021.
Petir tropis, menurut dia, telah diteliti sejak 1992. Normalnya arus listrik dari petir tropis itu dengan kemungkinan 50 persen sebesar 40 kiloampere, 100 kiloampere dengan kemungkinan muncul 20 persen, dan lebih jarang lagi atau 5 persen mencapai 200 kilo ampere. Arus maksimal petir tropis hingga 900 kilo ampere. “ Pernah tercatat tahun 1995 di daerah Cinere, Jakarta,” kata Reynaldo.
Menurut dia, perlu ada peningkatan keamanan tangki terhadap sambaran petir karena penangkal yang standar tidak cukup. Tujuan sederhananya supaya struktur tangki di kilang tidak dilewati arus petir.
Lebih lanjut, Ifki mengatakan bahwa saat ini terjadi perubahan perilaku petir, di mana intensitasnya cukup tinggi. Ifki juga membenarkan pernyataan Hery maupun Reynaldo, bahwa sistem proteksi petir Pertamina yang terpasang sudah sesuai dengan acuan standar internasional.
Tapi, Ifki memang tidak langsung menyebut bahwa sistem proteksi petir ini tak sesuai dengan karakter petir di Indonesia. Ifki hanya menyebut bahwa selain terkait dengan desain, penambahan alat juga menyesuaikan dengan jenis penangkal petir yang sesuai untuk dipasang di area-area kilang yang rawan tersambar geledek.
Menurut Ifki, salah satu sistem yang ditambahkan Pertamina di Kilang Cilacap adalah penangkal petir dengan jenis Early Streamer Emission (ESE). "Dengan sistem ini diharapkan daya tangkal petir akan lebih baik," kata dia.
Baca: Sri Mulyani Ingatkan Kementerian Soal Mafia Tanah: Akan Mudah Sekali Diserobot
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.