KAI Jelaskan Denda Rp 89 Miliar di LRT Jabodebek
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 4 November 2021 15:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjelaskan perihal denda senilai Rp 89 miliar oleh PT INKA (persero) yang diungkap dalam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). INKA sebagai produsen kereta api ini dikenai denda atas keterlambatan penyerahan rangkaian kereta atau trainset light rail transit Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi atau LRT Jabodebek.
Executive Vice President LRT Jabodebek dari KAI, Mochamad Purnomosidi, membenarkan bahwa audit BPK mengenakan denda maksimum 5 persen kepada INKA. "Karena pada masing-masing tahap penyerahan mengalami keterlambatan lebih dari 25 hari," kata dia dalam keterangan kepada Tempo, Rabu, 3 November 2021.
Adapun temuan BPK itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun 2017-2019 pada KAI dan Anak Perusahaan Terkait Lainnya di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Kontrak perjanjian pengadaan kereta LRT antara KAI dan INKA tertuang dalam kerja sama nomor KL.702/I/19/KA-2018 yang ditandatangani pada Januari 2018. Saat itu, KAI menganggarkan pengadaan sarana 186 kereta LRT dengan total investasi sebesar 4,1 triliun.
Sebanyak Rp 3,95 triliun dari total investasi ini diserahkan kepada PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta. KAI menunjuk langsung INKA sebagai produsen kereta. Sesuai jadwal, semestinya penyerahan kereta dibagi dalam enam tahap sejak April 2019 hingga September 2019.
Namun hingga Oktober 2019, pengadaan sarana yang disampaikan INKA baru mencapai 67,2 persen. Informasi itu tertuang dalam Laporan Kemajuan Pengadaan Sarana LRT Jabodebek Nomor SD-026/240/PT INKA/2019. Temuan BPK menunjukkan masing-masing tahapan penyerahan mengalami keterlambatan 25 hari.<!--more-->
Dari keterlambatan itu, terdapat denda yang seharusnya dibayar oleh INKA senilai Rp 89 miliar. Denda dihitung maksimal 5 persen dari penyerahan trainset tahap satu senilai Rp 1,78 triliun. Sehingga, BPK pun merekomendasikan KAI menarik denda keterlambatan INKA dan menyetor ke kas KAI sebesar Rp 89 miliar.
Manajemen INKA juga menyatakan keterlambatan denda masih dibicarakan dengan KAI. “Ada kesepakatan dengan KAI yang belum dijalankan, tapi rekomendasi audit sudah selesai dijalankan,” ujar Direktur Pengembangan INKA Agung Sedaju saat dihubungi, Selasa, 2 November.
Sampai dengan saat ini, Purnomosidi menyebut proses terkait denda tersebut masih dalam tahap penyelesaian dengan pihak INKA. KAI pun juga sudah bersurat beberapa kali ke INKA mengenai denda ini.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo juga menyampaikan bahwa masalah denda yang diungkap BPK tetap berjalan sesuai kesepakatan yang diteken dengan INKA. "Itu B2B (business-to-business), kan kami mesan kereta ke INKA, kalau ada keterlambatan, kembali ke klausul kontrak," kata Didiek.
Meski demikian, kata Didiek, KAI dan INKA sama-sama berstatus sebagai BUMN. Sehingga, penetapan denda maupun penalti seperti yang diungkap BPK bisa dibawa ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Jadi nanti di-review semuanya, tetap kami kembali ke kontrak," kata dia saat berkunjung ke kantor Tempo, Jakarta, di hari yang sama.
Baca Juga: Sanksi Uji Emisi Jakarta, Polda Metro Jaya: Tilang Itu The Last Option
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.