TEMPO Interaktif, Jakarta: Data perikanan tentang stok ikan di Indonesia disinyalir kurang memadai. Pemicunya, penggunaan metode pengkajian stok tidak cocok untuk perikanan Indonesia. Akibatnya, Indonesia berpotensi kerugian besar.
Profesor bidang riset Departemen Kelautan dan Perikanan, Subhat Nurhakim, mengungkapkan itu dalam orasinya hari ini, Rabu (17/12). Menurut Subhat, pendataan pengkajian stok ikan menggunakan model perairan subtropis. Model holisitik, analitik, dan model pengkajian ini biasa digunakan untuk jenis spesies tunggal.
Model ini kurang tepat karena perairan Indonesia sangat luas dan relatif terbuka sehingga aplikasi model sulit dilaksanakan. Jenis ikan di Indonesia pun sangat beragam dibanding jenis ikan subtropis.
"Hal ini menyebabkan hasil pengkajian stok ikan sering dipertanyakan keabsahannya baik dalam nilai potensi maupun tingkat pengusahaannya," ujar Subhat.
Subhat menambahkan, data statistik stok ikan jadi tidak memadai karena luasnya perairan dan pendaratan ikan yang sulit diawasi. Jumlah ikan dan asal ikan yang didaratkan, pun tak akurat. Para pencatat dan pengukur ikan di pelabuhan hanya mencatat jumlah ikannya saja tanpa mencatat asal, ukuran, jenis ikan yang ditangkap.
Dengan ketidakakuratan data stok ikan ini menyebabkan sejumlah kerugian yang cukup signifikan. Antara lain kerugian dari kekeliruan dalam pengelolaan, kerugian ekonomi karena seharusnya bisa ada pemasukan fee dari jenis tangkapan dan kerugian ekologi.
Subhat menyatakan, untuk memperbaiki kondisi tersebut, perlu pengkajian tepat sesuai kondisi Indonesia. Perlu langkah perbaikan melalui program log book perikanan, yakni pencatatan jenis tangkapan, asal dan ukuran ikan.
DIAN YULIASTUTI