Beda dengan 2016, Dirjen Pajak Kini Kantongi Data Penguji Tax Amnesty 2022
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 8 Oktober 2021 10:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan perbedaan persiapan antara Tax Amnesty 2016-2017, dengan Tax Amnesty baru yang bakal dijalankan pada 2022. Perbedaannya ada pada data penguji dari laporan pajak yang disampaikan wajib pajak atau pengusaha.
Pada 2016, Dirjen Pajak sama sekali belum mengantongi akses data dari pertukaran informasi keuangan antar negara atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Tapi sejak 2017-2018, Dirjen Pajak sudah mendapatkan akses tersebut.
"Kami terus kumpulkan data informasi sebagai penguji atas pelaporan dari wajib pajak," kata Suryo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 7 Oktober 2021.
Sebelumnya, sidang paripurna DPR pada hari yang sama telah mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Salah satu aturan di dalamnya yaitu terkait rencana Tax Amnesty 2022, yang dijalankan dengan nama voluntary disclosure program alias program pengungkapan sukarela.
Program ini akan dilakukan selama 6 bulan saja, dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Untuk itu, Suryo berharap periode 6 bulan ini bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak dan pengusaha untuk mengungkapkan aset mereka secara sukarela.
Suryo meminta para wajib pajak ini untuk bersiap diri memberikan laporan. Sebab, akses informasi yang kini sudah dimiliki Dirjen Pajak akan jadi pembanding ketika para wajib pajak tersebut menyampaikan aset mereka saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Sekarang masih tersisa waktu kurang dari 3 bulan sebelum Tax Amnesty 2022 dimulai. Dalam kurun waktu ini, Suryo menyebut pihaknya akan menyampaikan sosialisasi yang luar ke masyarakat.
<!--more-->
Tapi karena program ini bersifat deklaratif atau pernyataan pengungkapan aset, maka prosesnya hanya akan dijalankan secara online. Selain lebih mudah dan efisien, juga bertujuan untuk mengurangi interaksi wajib pajak dengan petugas pajak.
Dalam acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menjelaskan dua skema Tax Amnesty yang bakal dijalankan pada 2022. Berikut rincian dan perbedaannya:
Kebijakan I
Kebijakan pertama dengan suubjek wajib pajak orang perorang dan badan peserta tax amnesty 2016-2017. Basisnya yaitu aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty. Tarifnya ada tiga yaitu:
11 persen untuk deklarasi luar negeri (LN)
8 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN)
6 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi, atau energi terbarukan
"Ini semua rate (tarif) nya di atas yang sudah berlaku pada tax amnesty yang pertama, untuk bisa menunjukkan bahwa kita tetap memberikan kesempatan, namun untuk keadilan, tarifnya di atas TA (Tax Amnesty) yang sebelumnya," kata Sri Mulyani.
Kebijakan II
Kebijakan kedua dengan suubjek wajib pajak orang perorang. Basisnya yaitu aset perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2020. Tarifnya juga ada tiga yaitu:
18 persen untuk deklarasi luar negeri (LN)
14 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN)
12 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi, atau energi terbarukan.
BACA: UU HPP Diklaim Tingkatkan Pendapatan Pajak hingga Rp 160 T pada 2023