Bos Krakatau Steel Tanggapi Erick Thohir Soal Indikasi Korupsi di Perseroan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 28 September 2021 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menanggapi pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir ihwal adanya indikasi korupsi di tubuh perseroan yang menyebabkan adanya investasi mangkrak dan perusahaan menanggung utang yang cukup besar.
Silmy mengatakan investasi blast furnace yang disinggung Erick Thohir diinisiasi pada 2008 dan memasuki masa konstruksi pada 2012. Sehingga, kata dia, proyek itu dilaksanakan jauh sebelum ia bergabung di Krakatau Steel pada akhir 2018.
“Kaitan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu,” ujar Silmy dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 September 2021.
Menurut Silmy, tren meningkatnya utang dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp 31 triliun disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.
Manajemen baru Krakatau Steel, tutur dia, berhasil melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
Ia mengatakan manajemen terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha. Adapun proses untuk membenahi perseroan merupakan usaha bersama dan membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk melihat hasilnya.
<!--more-->
“Satu demi satu masalah di Krakatau Steel sudah kami atasi, perusahaan yang lama tidak untung, pabrik yang tidak efisien, maupun proyek yang belum selesai sudah banyak yang selesai dan sisanya sudah didapatkan solusinya,” kata Silmy Karim.
Sebelumnya, Erick mengatakan salah satu perusahaan pelat merah yang dibenahi lantaran memiliki utang cukup besar adalah Krakatau Steel. Produsen baja ini tercatat memiliki utang sekitar US$ 2 miliar atau setara Rp 31 triliun.
Utang tersebut, kata Erick, terjadi salah satunya karena investasi US$ 850 juta kepada proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Ia menyebut akan mengusut persoalan tersebut.
"Ini kan hal yang tidak bagus. Pasti ada indikasi korupsi dan akan kita kejar siapa pun yang merugikan. Kita bukannya mau menyalahkan, tapi penegakan hukum yang tadi business process salah harus kita perbaiki," ujar dia.
Guna membenahi kondisi perusahaan tersebut, Erick mengatakan restruktisasi saat ini sudah berjalan dengan baik. Restrukturisasi, kata dia, dilakukan dalam dua langkah. Langkah pertama adalah membuat subholding untuk kawasan industri yang ada di Krakatau Steel agar terintegrasi untuk air, listrik, hingga lahan.
"Akan dikelola secara profesional dan di-go public-kan, supaya ada funding baru menyicil utang US$ 2 miliar tadi," tutur Erick.
Selain itu, Erick mengatakan pihaknya akan melakukan negosiasi kerja sama dengan perusahaan baja asal Korea, Posco. Sehingga, kepemilikan Indonesia dan Posco nantinya bisa 50:50. Ia mengatakan selama 6-7 tahun ini kemitraan dengan Posco telah menghasilkan pemasukan yang baik.
"Kita lakukan dengan Posco dan kita efisiensi besar-besaran. Terima kasih kepada direksi dan komisaris Krakatau Steel, akhirnya dengan restrukturisasi utang, perbaikan cashflow, efisiensi, ada proyek-proyek yang juga baik. Akhirnya yang delapan tahun rugi terus menerus, sekarang bisa untung Rp 800 miliar," kata Erick Thohir.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Erick Thohir Ungkap Utang Krakatau Steel Rp 31 T, PTPN Rp 47 T