7 Fakta Risma Hapus Data Jutaan Orang Miskin Penerima Subsidi BPJS Kesehatan

Selasa, 28 September 2021 12:17 WIB

Menteri Sosial Tri Rismaharini memantau langsung penyaluran bantuan sosial tunai dan bansos beras di Kampung Bugisan, Pekalongan Utara (27/7)

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Tri Rismaharini menghapus data 9 juta orang miskin Penerima Bantuan Iuran (PBI) di BPJS Kesehatan. Penghapusan ini dilakukan karena berbagai sebab. Mulai peserta sudah meninggal, data ganda, hingga mutasi menjadi peserta yang lebih mampu dan tidak lagi menerima subsidi.

Tempo merangkum sederet fakta dari kebijakan Risma ini, berikut di antaranya:

1. Penetapan Pertama
Risma dilantik pada 23 Desember 2020. Hanya selang beberapa hari, Risma menerbitkan Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) Nomor 1/HUK/2021 pada 4 Januari 2021.

Lewat beleid tersebut, Risma mengatur kuota fakir miskin dan orang tidak mampu penerima subsidi BPJS sebanyak 96,8 juta jiwa. Adapun realisasi penetapan penerima saat itu sedikit lebih rendah yaitu mencapai 96,7 juta jiwa.

Risma mengakui saat itu data tersebut belum menyentuh perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). "Karena ini untuk pelayanan kesehatan, gak bisa ditunda," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 27 September 2021.

2. Sebanyak 9,7 Juta Bermasalah
Setelah itu, Risma dan tim melakukan evaluasi ulang. Sebab, Risma sudah diingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk perbaikan data penerima subsidi BPJS Kesehatan.

Setelah dievaluasi, ternyata banyak temuan dalam data 96,7 juta ini. Sebanyak 434 ribu penerima sudah meninggal, 2,5 juta ternyata data penerima ganda, serta 833 ribu sudah mutasi.

Mutasi artinya ekonomi penerima sudah naik dan mereka bisa naik status di BPJS menjadi kelas 1,2, atau 3. Sehingga, mereka tidak lagi bisa menerima subsidi dari pemerintah.
<!--more-->
Tapi yang paling banyak yaitu peserta yang tidak masuk dalam DTKS dan juga tidak tercatat di data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Jumlahnya mencapai 5,8 juta.

"Enggak ada di data kependudukan," kata Risma. Sehingga, Risma mengembalikan data 5,8 juta ini ke daerah untuk dieleraskan dengan data kependudukan.

Sehingga jika ditotal, jumlahnya keseluruhan dari aneka kasus ini mencapai 9,7 juta data orang miskin penerima bantuan.

3. Sisa Data 87 Juta
Selanjutnya, ada juga 11,6 juta data penerima yang sudah sinkron dengan Dukcapil, tapi berstatus non-DTKS. Kemudian, 955 ribu data penerima non-DTKS di daerah pengecualian seperti Papua dan Papua Barat.

Pengecualian dilakukan karena perekaman data di kedua daerah ini masih rendah. Jika ditotal, jumlahnya sebanyak 12,6 juta. Data inilah yang juga diminta untuk diverifikasi ulang oleh daerah.

Lalu sisa terbanyak yaitu data penerima yang sudah masuk DTKS yang berjumlah 74,4 juta. Maka secara keseluruhan, jumlahnya mencapai 87 juta data penerima, yang kemudian ditetapkan oleh Risma dalam penetapan kedua.
<!--more-->
4. Penetapan Kedua
Pada 15 September 2021, Risma pun menerbitkan aturan pengganti yaitu Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) Nomor 92/HUK/2021. Lewat beleid tersebut, Risma menetapkan 87 juta jiwa tersebut sebagai data baru penerima subsidi BPJS Kesehatan.

Lantaran ada data yang harus diverifikasi ulang, maka Risma pun memberi waktu kepada pemerintah kabupaten dan kota. "Paling lama 2 bulan sejak penetapan," demikian bunyi beleid tersebut.

5. Para Penerima Baru
Tapi karena kuota nasional 96,8 juta jiwa, maka akibatnya terjadi kekosongan kuota sebanyak 9,7 juta alias tak jauh beda dengan jumlah data penerima yang dihapus tersebut. Kuota yang lowong inilah yang bakal diisi oleh calon penerima baru.

Calon penerima baru ini sudah diidentifikasi oleh Risma. Pertama, ada masyarakat yang sudah dipecat dari pekerjaannya selama 6 bulan dan belum dapat kerjaan baru.

Kedua, penerima hasil migrasi data daerah. Ini berlaku bagi masyarakat miskin yang selama ini iurannya ditanggung pemerintah daerah. Tapi karena ada pandemi, daerah tidak sanggup lagi mensubsidi iuran tersebut.

Sehingga, daerah bisa mengusulkan nama-nama orang miskin penerima subsidi tersebut ke pemerintah pusat. Selanjutnya, iuran ditanggung pemerintah pusat.

Selain itu, bayi baru lahir dari seorang ibu yang memang sudah menerima subsidi iuran BPJS Kesehatan. Lalu terakhir, kuota ini disiapkan untuk para korban bencana.
<!--more-->
6. Berbagai Kasus Lain
Menurut Risma, aneka kebijakan yang diterapkannya ini adalah bagian dari perbaikan data penerima subsidi pemerintah. Dalam beberapa bulan menjabat ini, Risma menyebut sudah ada beberapa kasus yang diselesaikan.

Contohnya, kata dia, perbankan dan PT Pos Indonesia yang jadi penyalur bantuan sosial atau bansos pemerintah melapor ke Kemensos. Mereka menemukan ada data penerima yang ganda.

Setelah ditelusuri, kata Risma, ternyata kasusnya ada dua keluarga miskin yang punya satu alamat alias tinggal di rumah yang sama. "Kalau kaya kan, dia beli rumah sendiri," kata Risma bercanda.

Untuk itu, Risma menyebut verifikasi data penerima bansos hingga subsidi ini sekarang tak sekedar mengandalkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) saja, tapi juga pohon keluarga. Sebab dalam beberapa temuan, ternyata ada juga penerima bansos pemerintah. "Ternyata ada istri yang suaminya itu PNS, atau yang lain, bahkan menteri," kata Risma.

7. Kritik BPJS Watch
Meski demikian, kritikan tetap disampaikan oleh organisasi pemantau BPJS Watch. Mereka adalah pihak yang pertama kali memprotes kebijakan Risma menghapus 9,7 juta data orang miskin tersebut, sampai akhirnya Risma menggelar konferensi pers.

Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, membenarkan adanya penerima subsidi BPJS Kesehatan diketahui belum memiliki NIK, sehingga data mereka tidak padan dengan Dukcapil.

Tapi, kata dia, sebagian dari mereka memang belum diberikan NIK oleh pemerintah. Sehingga, Timboel menilai orang miskin yang belum punya NIK ini tidak bisa keluarkan begitu saja dari penerima subsidi BPJS Kesehatan. "Ketiadaan NIK bukan alasan," kata dia.

Selain itu, Timboel mengkritik data ganda yang disinggung oleh Risma. Sebab, temuan data ganda ini sudah disampaikan oleh BPKP sejak 2018 dan Kemensos sudah berjanji akan menyelesaikannya.

"Kenapa sampai saat ini, sudah 3 tahun, Kemensos tidak menyelesaikannya?" kata Timboel. Sehingga, BPJS Watch pun tetap bersikukuh meminta Risma mencabut Kepmensos 92 tersebut.

Baca juga: Hapus 9 Juta Penerima Subsidi BPJS, Risma: Masak Sudah Meninggal Terdata

Berita terkait

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

6 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Masuk Bursa Cagub Jakarta, Risma: Saya Takut dan Tak Punya Uang

6 jam lalu

Masuk Bursa Cagub Jakarta, Risma: Saya Takut dan Tak Punya Uang

PDIP sebelumnya mengusulkan Menteri Sosial Tri Rismaharini hingga Menpan RB Abdullah Azwar Anas sebagai cagub Jakarta.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

7 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

7 jam lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

8 jam lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

10 jam lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

17 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

18 jam lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

19 jam lalu

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

20 jam lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya