Garuda Kalah di Arbitrase London, Sekarga: Ini Bagian dari Beban Masa Lalu
Reporter
Joniansyah (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 17 September 2021 07:58 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Serikat Karyawan Garuda Indonesia menyatakan kekalahan maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. di Pengadilan Arbitrase Internasional London (LCIA) adalah bagian dari beban masa lalu perusahaan pelat merah itu.
"Untuk itu, pemerintah harus membantu mencarikan solusinya karena apa yang menjadi perselisihan antara Garuda dengan lessor adalah bagian dari Keputusan Direksi dan Komisaris yang diangkat oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN," ujar Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tomy Tampatty kepada Tempo, Jumat, 17 September 2021.
Sebelumnya diberitakan, Garuda Indonesia diputus kalah dalam kasus gugatan pembayaran uang sewa pesawat di Pengadilan Arbitrase Internasional London (LCIA). Dengan begitu, perusahaan pelat merah ini harus membayar seluruh kewajibannya.
Tomy mengatakan, akibat dari kekalahan tersebut, beban Garuda Indonesia menjadi bertambah. Pemerintah dinilai berperan di sini, karena ketidakmampuan perusahaan juga buah dari kebijakan pemerintah pusat terhadap flag carrier dan berujung pada meningkatnya beban utang. "Khususnya utang dalam hal pengadaan armada pesawat dan mesin pesawat (engine)."
Meski begitu, Tommy menilai, hal ini tidak mempengaruhi kegiatan operasional. "Kami di internal tetap menjalankan kegiatan operasional secara profesional dengan mengedepankan safety, security dan service dalam memberikan pelayanan kepada semua pelanggan setia Garuda Indonesia," ucapnya.
<!--more-->
Terkait dengan beban masa lalu itu, menurut Tomy, pemerintah harus ikut bertanggung jawab karena mengangkat jajaran dewan Komisaris dan dewan direksi masa lalu. "Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kebijakan dan pengelolaan perusahaan dan dewan direksi merupakan organ perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan kelangsungan perusahaan."
Begitu juga lembaga audit (BPK dan BPKP) , kata Tomy juga harus ikut bertanggung jawab karena selama ini mereka yang melakukan audit. "Hal ini penting kami tegaskan agar semua pihak bisa memahami betul permasalahan Garuda Indonesia adalah bukan kesalahan dari karyawan," kata dia.
Pasalnya, kata Tomy, efek domino dari beban masa lalu ditambah dengan pandemi Covid-19 membuat bisnis Garuda Indonesia semakin menurun dan terpukul."Kondisi bisnis Garuda Indonesia sampai saat ini semakin menurun," katanya.
Saat ini penurunan bisnis Garuda tergambar dari menurunnya pendapatan perusahaan yang tidak sebanding dengan biaya operasional serta tingkat keterisian penumpang pesawat yang turun drastis. "Namun kami masih tetap melakukan kegiatan operasional walaupun tingkat isian penumpang menurun drastis."
Sebagai pemilik 60,54 saham Garuda Indonesia, kata Tomy, sudah seharusnya negara atau pemerintah memberikan perhatian dan dukungan penuh untuk menjaga kelangsungan aset Garuda Indonesia. Karyawan perusahaan pelat merah itu juga sudah turut melakukan upaya efisiensi dengan dipotong gaji mulai dari 30-50 persen.
Baca: Masuk Daftar Satgas BLBI, Ini Jejak Utang Tutut dan Tommy Soeharto