BI Blak-blakan Jelaskan Bantuan IMF Rp 90 T Bukan Utang seperti Saat Krisis 1998

Rabu, 8 September 2021 14:44 WIB

Ilustrasi atau logo Bank Indonesia (BI). TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi blak-blakan menjelaskan fasilitas Special Drawing Rights (SDR) yang diberikan oleh Dana Moneter Indonesia (IMF) ke Indonesia.

Ia memastikan bahwa bantuan likuiditas yang diterima Indonesia bukan utang atau pinjaman. Bantuan itu sangat berbeda dengan dana yang diterima saat krisis melanda pada tahun 1998 silam.

"SDR yang kita terima tidak ada kesamaannya dengan dana yang kita terima di krisis 1998. Waktu itu memang pinjaman, utang, harus dikembalikan dengan waktu yang ditetapkan," ujar Doddy dalam acara Taklimat Media yang digelar secara virtual, Rabu, 8 September 2021.

Doddy membeberkan bahwa SDR tidak hanya diberikan untuk Indonesia, tetapi juga didistribusikan kepada negara-negara anggota IMF. Hal itu juga merupakan kebijakan bersama pada tataran global IMF.

Lebih jauh, Doddy menyebutkan, alokasi SDR oleh IMF merupakan dana yang dapat digunakan secara bersama untuk menambah cadangan devisa negara-negara anggotanya. “SDR yang distribusi IMF dan diterima negara-negara lain anggota IMF itu bukan utang. Tidak ada batas waktunya, tidak ada kemudian SDR 5 tahun atau 10 tahun lagi dikembalikan,” tuturnya.

Advertising
Advertising

Per Agustus 2021, IMF telah menambah alokasi SDR dan mendistribusikannya kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Alokasi SDR yang diterima Indonesia adalah sebesar 4,46 miliar SDR atau setara dengan US$ 6,31 miliar atau sekitar Rp 90 triliun (asumsi kurs Rp 14.270 per dolar AS).

<!--more-->

Bantuan likuiditas dari IMF ini mendorong peningkatan cadangan devisa Indonesia menjadi sebesar US$ 144,8 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Nilai cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,1 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

VP Economist PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menyebutkan SDR ditujukan untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global serta memperkuat cadangan devisa global. “Secara khusus IMF berinisiatif untuk mendukung negara-negara yang cenderung vulnerable atau rentan untuk dapat mengatasi dampak dari krisis pandemi Covid-19,” katanya.

SDR ini, menurut dia, dapat membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19, misalnya dalam melakukan pengadaan impor vaksin, pemerintah tidak perlu mengkhawatirkan tekanan ke nilai tukar rupiah.

Selain itu, SDR dari IMF akan memiliki instrumen yang cukup untuk mengantisipasi risiko dari kebijakan penarikan stimulus moneter atau tapering, khususnya oleh bank sentral Amerika Serikat, atau The Fed, yang diperkirakan akan dilakukan mulai akhir tahun ini.

“Cadangan devisa merupakan first line of defense atau bantalan utama untuk menjaga stabilnya nilai tukar,” kata Josua. Dari catatan BI, alokasi SDR yang dilakukan IMF adalah untuk memperkuat likuiditas global, sehingga akan memperkuat cadangan devisa bagi negara-negara anggota IMF.

BISNIS

Baca: Daftar Obligor Prioritas Satgas BLBI, dari Tutut Soeharto hingga Bos Texmaco

Berita terkait

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

16 jam lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

1 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

2 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

2 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

3 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

3 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

3 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

4 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya