Indef Prediksi Kemampuan Fiskal RI untuk Stimulus Ekonomi Makin Rendah
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 10 Agustus 2021 19:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama memperkirakan Indonesia ke depannya akan menghadapi kondisi fiskal yang tidak fleksibel. Pasalnya, dilihat dari trennya sejak 2015-2021, 40 persen belanja pemerinta dihabiskan untuk belanja operasional.
"Sementara itu, pembayaran bunga utang komposisinya meningkat di tahun 2021, angkanya mencapai 19,1 persen artinya bahwa kemampuan fiskal kita untuk fleksibilitas semakin melemah," ujar Riza dalam webinar, Selasa, 10 Agustus 2020.
Di sisi lain, belanja modal pemerintah pusat juga semakin turun komposisinya. Pada 2015, porsi belanja modal pemerintah pusat mencapai 18,2 persen. Pada tahun itu, porsi belanja modal tercatat 12,6 persen.
Adapun belanja bantuan sosial pun berada pada kisaran 8 persen dan sempat meningkat 11 persen pada 2020 lantaran adanya pandemi.
"Memang untuk bansos ini pada saat pandemi masuk ke anggaran yang berbeda. Jadi dia bisa masuk ke belanja barang. Tapi yang harus menjadi perhatian adalah fleksibilitas fiskal kita semakin rendah, atau anggaran fiskal dalam menstimulus perekonomian (semakin rendah)," ujar Riza.
Riza mengatakan secara umum ada tiga tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia. Pertama, adalah pendapatan yang rendah. Riza mengatakan rasio pendapatan pemerintah terhadap PDB trennya turun bahkan sebelum pandemi. Dibandingkan dengan negara lain pun rasio penerimaan Indonesa sangat rendah.
<!--more-->
"Ini diperburuk lagi dengan adanya pandemi tahun 2020 kita di sekitar 8 persen terhadap PDB tax rasionya. Ini kemudian proyeksi IMF sendiri ke depannya Indonesia masih dihadapkan pada rasio pendapatan yang rendah," kata Riza.
Karena penerimaannya rendah maka belanja pemerintah pun menjadi rendah. Artinya, stimulus yang bisa dibelanjakan pemerintah pun lebih rendah dari negara lain.
Sementara itu, dengan adanya peningkatan defisit anggaran akibat pandemi Covid-19, otomatis penarikan utang pun meningkat. Artinya, penarikan utang itu tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
"Bisa dilihat bahwa utang pemerintah pusat terus meningkat di tahun 2020. Dari 2019 Rp 4.778 triliun meningkat 2020 Rp 6.074 triliun. Hal ini berlanjt hingga Juni Rp 6.554 triliun. Sementara bunga beban utangnya juga terus meningkat," kata Peneliti Indef ini.
BACA: 4 Saran Indef Agar Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tetap Tinggi
CAESAR AKBAR