KKP Ungkap Perbedaan Aturan Lobster Era Susi, Edhy dan Trenggono
Reporter
Syaharani Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 13 Juli 2021 14:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini menjelaskan perbedaan regulasi benih lobster mulai dari era Susi Pudjiastuti, Edhy Prabowo, dan Wahyu Trenggono.
"Dari zaman Bu Susi lobster ini dilarang ditangkap untuk apapun. Pokoknya tidak boleh ditangkap sama sekali baik untuk budidaya, untuk penelitian, untuk riset dan lain sebagainya, semua dilarang," kata Zaini dalam sosialisasi Permen KP 17 secara virtual pada Selasa, 13 Juli 2021.
Zaini mengatakan regulasi benih lobster telah berubah tiga kali dalam beberapa tahun terakhir.
Ketika Edy Prabowo menggantikan kursi Susi Pudjiastuti, aturan sebelumnya diganti menjadi Permen KP 12 2020. Didalam aturan tersebut benih lobster bukan hanya boleh ditangkap, tetapi juga bisa diekspor.
Kebijakan tersebut dikritik oleh semua pihak saat itu. Termasuk Susi yang sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Namun, Edy tersandung kasus korupsi dan digantikan Wahyu Trenggono.
Wahyu mengganti regulasi tersebut menjadi Permen KP Nomor 17 Tahun 2021. Di dalam regulasi tersebut benih lobster boleh ditangkap namun kembali kembali melarang untuk diekspor.
"Kalau di Permen 17 benih lobster boleh ditangkap tapi hanya untuk kepentingan riset dan budidaya saja sementara untuk ekspor tetap dilarang, ada perubahan yang signifikan dari Permen 12 ke Permen 17," ucap Zaini.
<!--more-->
Lebih lanjut, Zaini memaparkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021.
Dia mengatakan ada beberapa hal yang diatur ihwal pelarangan benih bening lobster. BBL yang boleh ditangkap adalah hanya untuk budi daya dalam negeri.
Kemudian yang ukuran dewasa ini masih sama aturannya. Pada jenis lobster pasir lebih dari 6 cm, berat di atas 150 gram. Kemudian jenis lainnya di atas 200 gram.
"Ini kami anggap lobster dewasa. Ini bagus untuk budi daya. Karena kalau lobster muda ini bisa ditangkap maka akan mengurangi gairah untuk melanjutkan daya, karena cenderung akan terjadi eksploitasi terhadap lobster muda," ujarnya.
Lobster muda, kata dia, tidak boleh ditangkap karena sudah bagus untuk berkembang di alam.
"Karena itu kami larang. Budi daya itu benih kemudian dibudidayakan," kata dia.
Mengenai kuota penangkapan BBL, kata dia, ditetapkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan. Kemudian alat penangkap yang boleh digunakan bersifat pasif, tidak boleh bersifat aktif.
Dia juga mengatakan yang boleh menangkap hanya nelayan kecil. Tidak boleh menangkap benih lobster ini dengan kapal di atas 5 GT. "Harus gunakan kapal kecil dan nelayan kecil. Syaratnya harus terdaftar dan berizin di dinas kelautan dan perikanan. Jadi izin sekarang sudah simpel, cukup dia memiliki nomor induk berusaha, setelah itu dia patuh terhadap standar yang ditetapkan pemerintah," kata Zaini.
BACA: KKP Klaim Produksi Perikanan Tangkap Tetap Positif Meski PPKM Darurat
SYAHARANI PUTRI | HENDARTYO HANGGI