Rencana Pajak Sembako Jadi Polemik, Hipmi: Informasi Pemerintah Tak Utuh

Jumat, 18 Juni 2021 14:24 WIB

Suasana penjualan bahan pokok dan sayur mayur di Pasar Tebet, Jakarta, Kamis, 10 Juni 2021. Wacana tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pungurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengomentari polemik rencana pengenaan pajak pertambahan nilai alias PPN atas sembako dan pendidikan.

Ajib menilai isu pajak sembako ini tidak akan menjadi polemik berkepanjangan apabila penyampaian informasi kepada masyarakat dilakukan secara utuh, lengkap dan komprehensif. Lalu pembahasan selanjutnya menuju finalisasi draft Rancangan Undang-undang pun perlu melibatkan semua stakeholder.

"Yang menjadi permasalahan mendasar, biasanya komunikasi yang dibangun oleh pemerintah belum optimal," ujar Ajib dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Juni 2021.

Pada prinsipnya, kata Ajib, PPN terbagi atas empat isu pokok, yaitu objek pajak, subjek pajak, tarif, dan tata cara pemungutan. Yang masuk dalam draft rancangan undang-undang tersebut baru sebatas tentang objek pajak.

"Tetapi persepsi yang timbul di masyarakat, bahwa sembako ini pasti kena tarif. Padahal tarif ini menjadi pembahasan selanjutnya, yang pengaturannya masih memerlukan produk hukum selanjutnya," ujar dia.

Menurut dia, pada prinsipnya, wacana pajak sembako adalah hal yang bagus. Selanjutnya, yang lebih penting dalah bagaimana fungsi pajak lebih optimal sebagai regulerend atau pengatur ekonomi. Untuk sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, bisa dikenakan tarif nol persen, alias sama dengan tidak ada pembayaran PPN oleh wajib pajak.

Sedangkan komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, tutur Ajib, bisa dikenakan tarif misalnya 10 persen. Contohnya konsumsi ikan bisa dikenakan tarif nol persen, sedangkan untuk konsumsi sirip ikan hiu tarifnya 10 persen.

<!--more-->

Ajib mengatakan komunikasi yang kurang optimum kerap menjadi permasalahan mendasar. Contoh pertama, kata dia, ketika membahas tentang objek, pusaran polemik malah tentang tarif. Contoh kedua, ketika membahas tentang subjek, malah mengusulkan penurunan tresshold penghasilan kena pajak atau PKP ketika di waktu bersamaan menghapus PPnBM mobil.

Contoh ketiga, tutur Ajib, ketika mengeluarkan aturan tentang tata cara pemungutan PPN, malah terjebak seolah-olah membuat objek pajak baru dan mencabut kembali regulasi yang telah dikeluarkan, seperti halnya PMK Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui e-commerce, yang kemudian ditarik kembali pada Tanggal 29 Maret 2019.

"Hal ini terjadi karena komunikasi yang terbangun antara otoritas dengan para stakeholders belum optimal. Konten yang substansi terkadang tidak tersampaikan secara presisi," tutur Ajib.

Ajib berujar penerimaan PPN, termasuk PPnBM pada tahun 2020 sebesar 448,4 triliun menopang sebesar 41,9 persen dari penerimaan pajak secara agregat tahun 2020. Ketika disandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, mencerminkan masih banyak PR yang perlu didesain dan dieksekusi untuk meningkatkan penerimaan PPN.

"Ketika sembako menjadi bagian objek pajak, pemerintah mempunyai peranan sentral dengan kewenangan yang melekat, untuk mengoptimalkan instrumen fiskal sebagai bagian penyelesai masalah ekonomi bangsa ini, yaitu: pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan," kata dia.

Untuk selanjutnya, ia mengatakan pemerintah perlu konsisten menjadikan pajak sebagai aspek pengatur ekonomi dengan tujuan akhir untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, kata dia, adalah bagaimana membangun ruang komunikasi terbaik, sehingga informasi bisa tersampaikan secara utuh dan lengkap ke masyarakat.

"Ketika peraturan akan dibuat atau ketika mengedukasi atas peraturan yang telah dibuat. PPN atas sembako, seharusnya tidak perlu menjadi pusaran polemik yang tidak produktif," tutur Ajib.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan membahas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako dan jasa pendidikan bersama DPR RI. Kemenkeu menunggu masukan dari semua pemangku kepentingan berperan agar kebijakan yang dibuat mengedepankan prinsip keadilan.

“Rencana ini akan dibahas lebih lanjut bersama DPR dan tentunya akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan,” demikian keterangan resmi Kemenkeu di Jakarta, Rabu 16 Juni 2021.

Bahasan ini bagian dari revisi Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Rencananya, kebijakan PPN baru ini disusun sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi kelompok yang mampu dengan kompensasi dan subsidi yang lebih tepat sasaran.

CAESAR AKBAR | ANTARA

Berita terkait

Terkini Bisnis: Cek Syarat Pendaftaran CPNS Polsuspas, Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani

1 hari lalu

Terkini Bisnis: Cek Syarat Pendaftaran CPNS Polsuspas, Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani

Syarat pendaftaran CPNS Kepolisian Khusus Pemasyarakatan (Polsuspas) yang banyak diminati oleh para pelamar dari seluruh Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jadi Sorotan, Ternyata Segini Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

1 hari lalu

Jadi Sorotan, Ternyata Segini Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Pegawai Direktorat Jenderal Bea Cukai disorot usai banyak kritikan terkait kinerjanya. Berapa gajinya?

Baca Selengkapnya

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

1 hari lalu

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

Mendag Zulhas bercerita panjang lebar soal alasan merevisi Permendag Nomor 36 Tahun 2024 soal pengaturan impor.

Baca Selengkapnya

Segini Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang Juga Menjabat Komisaris BNI

2 hari lalu

Segini Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang Juga Menjabat Komisaris BNI

Dirjen Bea dan Cukai Askolani menjadi sorotan karena memiliki harta Rp 51,8 miliar

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Pria Sobek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai, BTN Didemo karena Uang Nasabah Hilang

2 hari lalu

Terpopuler: Pria Sobek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai, BTN Didemo karena Uang Nasabah Hilang

Terpopuler bisnis: Pria menyobek tas Hermes di depan petugas Bea Cukai karena karena diminta bayar Rp 26 juta, BTN didemo nasabah.

Baca Selengkapnya

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

3 hari lalu

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

Viral seorang pria yang merobek tas Hermes mewah miliknya di depan petugas Bea Cukai. Bagaimana duduk persoalan sebenarnya?

Baca Selengkapnya

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

4 hari lalu

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Banyak masyarakat yang mempertanyaan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantaran beberapa kasus belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

6 hari lalu

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

Berikut ini rincian tiga jenis sumber penerimaan utama negara Indonesia beserta jumlah pendapatannya pada 2023.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

10 hari lalu

KPK Sebut Kasus Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Masih Penyelidikan

KPK masih melakukan penyelidikan terhadap KPP Madya Jakarta Timur Wahono Saputro untuk kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Baca Selengkapnya

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

11 hari lalu

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Baca Selengkapnya