Sri Mulyani Longgarkan Kriteria Korporasi yang Dapat Jaminan Kredit Modal Kerja
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 6 April 2021 12:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah beberapa ketentuan tata kelola dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98 Tahun 2020. Beleid selama ini mengatur skema penjaminan kredit modal kerja untuk pelaku usaha atau korporasi dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Perubahan ketentuan berupa pelonggaran kriteria pelaku usaha korporasi bersifat lebih akomodatif dan fleksibel, sehingga dapat mencakup lebih banyak pelaku usaha korporasi untuk menerima fasilitas penjaminan," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dinukil dari keterangan resmi Kemenkeu, Selasa, 6 April 2021.
Selain itu, beberapa perubahan dilakukan agar kriteria penjaminan pemerintah lebih menyesuaikan dengan risiko yang dihadapi oleh penjamin, perbankan, dan pelaku usaha korporasi.
Pelonggaran pengaturan penjaminan ini, menurut Rahayu, diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit modal kerja kepada pelaku usaha korporasi. Sampai dengan saat ini, pandemi Covid-19 telah meningkatkan risiko usaha yang berdampak pada kesulitan kondisi keuangan pelaku usaha korporasi.
Risiko tersebut antara lain berupa penurunan volume penjualan atau laba, terganggunya perputaran usaha di sektor terdampak, dan lokasi usaha berada dalam wilayah yang berisiko. Pelaku usaha korporasi juga terhambat untuk kembali melakukan aktivitas normal, salah satunya disebabkan kesulitan untuk mendapatkan kredit modal kerja.
Pelonggaran atas ketentuan tata kelola penjaminan pemerintah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
<!--more-->
Rincian perubahan ketentuan tersebut antara lain mengenai kriteria Pelaku Usaha Korporasi. Beleid itu menambah tenor pinjaman yang dijamin, mengurangi batas minimal pinjaman modal kerja, menambah pengaturan terkait pinjaman sindikasi dan restrukturisasi pinjaman, mengubah porsi subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang ditanggung Pemerintah, mengubah formula penghitungan IJP, serta memperpanjang batas akhir fasilitas penjaminan.
Berdasarkan penyempurnaan ketentuan tersebut, maka kriteria untuk pelaku usaha korporasi selaku terjamin, meliputi mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 (seratus) orang. Namun demikian, Menteri dapat memberikan pengecualian jumlah tenaga kerja minimal menjadi 50 orang kepada sektor tertentu yang ditetapkan dalam surat Menteri.
Selain itu, kriteria perusahaan terdampak pandemi antara lain volume penjualan maupun laba pelaku usaha mengalami penurunan, sektor industri pelaku usaha terdampak, lokasi usaha pelaku usaha termasuk wilayah yang berisiko, perputaran usaha pelaku usaha terganggu, serta kredit modal kerja sulit diakses oleh pelaku usaha.
Berikutnya, syarat pelaku usaha terjamin antara lain berbentuk badan usaha, merupakan debitur existing dan/atau debitur baru dari Penerima Jaminan, tidak termasuk dalam daftar hitam nasional, dan memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) posisi per 29 Februari 2020.
"Dengan adanya pelonggaran ketentuan pada skema penjaminan pemerintah ini diharapkan dapat membantu menjaga kondisi keuangan korporasi sekaligus turut membangkitkan sektor riil dan memberikan dampak ke aspek lainnya, seperti minimalisasi pemutusan hubungan kerja akibat pandemi," tutur Rahayu.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Bos OJK Sebut Kebutuhan Modal Kerja dari 116 Debitur Besar Menurun