Erick Thohir Belum Kantongi Data KPPU soal Bos BUMN Rangkap Jabatan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 23 Maret 2021 11:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir belum mengantongi data Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan sebanyak 62 bos perusahaan pelat merah merangkap jabatan di perusahaan swasta dan berpotensi melanggar persaingan usaha.
Staf khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan pihaknya berharap ada komunikasi langsung KPPU dengan Kementerian BUMN.
“Kami harap KPPU bisa memberikan informasi yang langsung disampaikan ke kami sehingga bisa langsung klarifikasi,” ujar Arya dalam rekaman suara pada Selasa, 23 Maret 2021.
Arya menyebut, KPPU sebagai lembaga negara semestinya bisa mempererat kerja sama dengan Kementerian BUMN. Dengan demikian, Kementerian bisa meluruskan masalah seumpama ada potensi pelanggaran yang dilakukan direksi maupun komisaris perusahaan pelat merah.
“Kami harap KPPU bisa mempererat kerja sama,” kata Arya.
KPPU sebelumnya Erick Thohir mencabut peraturan menteri yang mengizinkan direksi dan komisaris perusahaan pelat merah merangkap jabatan di perusahaan swasta. Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, mengatakan kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, seperti kartel.
“Akhir-akhir ini komisaris dan direksi BUMN semakin banyak yang merangkap jabatan. Ini akan menjadi problem awal mula terjadinya persaingan usaha tidak sehat,” ujar Ukay.
<!--more-->
Ukay berpendapat beleid Menteri BUMN tersebut bertentangan dengan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang itu melarang seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan pada waktu yang sama merangkap menjadi petinggi di perusahaan lain apabila bidang usaha atau pasarnya serupa.
Rangkap jabatan juga tidak diperbolehkan seumpama kedua perusahaan memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang atau jenis usaha serta secara bersamaan dapat menguasai pasar dan atau jasa tertentu. Menurut Ukay, ada banyak jenis penyalahgunaan jabatan yang mungkin ditimbulkan dari praktik rangkap jabatan itu.
Selain kartel, pemimpin yang merangkap jabatan bisa berpotensi melakukan ekslusivitas hubungan dua perusahaan serta melakukan tindakan diskriminatif terhadap perusahaan lain. Pelaku rangkap jabatan juga dikhawatirkan dapat membuka peluang melakukan penguatan hambatan vertikal terhadap pesaing.
Ia mencontohkan praktik dugaan pelanggaran persaingan usaha pernah terjadi saat direksi lama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan anak usahanya yang dipimpin Ari Askhara melakukan rangkap jabatan di maskapai Sriwijaya Air. Rangkap jabatan itu diduga menimbulkan adanya kesepakatan harga.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto Arsad mencatat saat ini terdapat 62 nama petinggi BUMN yang merangkap jabatan di perusahaan swasta. Sebanyak 31 nama menjabat sebagai komisaris dan direksi di BUMN klaster keuangan, asuransi, dan investasi; 12 bos menjabat di BUMN klaster pertambangan; serta 19 petinggi menjabat di BUMN klaster konstruksi.
“Bahkan di klaster pertambangan ada satu nama yang merangkap jabatan di 22 perusahaan,” ujar Taufik tanpa menyebut nama petinggi tersebut. Jumlah ini dapat berkembang karena saat ini KPPU baru meneliti BUMN untuk tiga klaster.
Taufik masih enggan membuka nama-nama bos BUMN yang merangkap jabatan. "Masih kami pelajari," katanya.
Baca: 62 Bos BUMN Disebut Rangkap Jabatan di Perusahaan Swasta, Bagaimana Aturannya?