Pemulihan Ekonomi Tak Pasti, Harga Minyak Jeblok jadi USD 60 per Barel
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 19 Maret 2021 08:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia jeblok untuk hari kelima berturut-turut pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB. Penurunan harga emas hitam tersebut adalah yang terdalam sejak musim panas lalu di tengah karena kekhawatiran tentang meningkatnya kasus Covid-19 di Eropa dan penguatan dolar AS.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei turun US$ 4,72 atau 6,9 persen, menjadi ditutup pada US$ 63,28 per barel. Sementara minyak mentah West Texas International (WTI) AS anjlok US$ 4,6 atau 7,1 persen, menjadi menetap di US$ 60 per barel.
Adapun kedua kontrak turun lebih dari 11 persen sejak mencapai tertinggi baru-baru ini pada 8 Maret. Penurunan lima hari berturut-turut adalah yang terpanjang untuk WTI sejak Februari 2020 dan untuk Brent sejak September 2020. Itu terjadi setelah spekulan membangun long positions (beli) terbesar di perdagangan CME minyak mentah berjangka AS dan opsi sejak 2018.
Usai penutupan pasar, kedua patokan harga minyak dunia ini terus melemah, masing-masing merosot lebih dari US$ 6 AS per barel atau 9 persen.
Sebelumnya diberitakan sejumlah negara besar Eropa harus memberlakukan kembali penguncian karena beban kasus viris corona meningkat, sementara program vaksinasi melambat karena kekhawatiran tentang efek samping dari vaksin AstraZeneca yang didistribusikan secara luas di Eropa. Minyak pemanas dan bensin AS juga turun lebih dari 5,0 persen.
“Skenario kasus terbaik untuk pemulihan permintaan telah diperhitungkan di pasar. Semua orang merayakan peluncuran vaksin dan pengurangan pembatasan,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York. "Sekarang di Eropa, hal itu hampir sepenuhnya hilang. Penguncian di Polandia dan Italia menghantam inti dari seluruh narasi dan tesis pemulihan permintaan yang menaikkan harga."
<!--more-->
Adapun perlambatan dalam program vaksinasi di Eropa dan prospek lebih banyak pembatasan untuk mengendalikan virus corona telah menurunkan ekspektasi untuk pemulihan penggunaan bahan bakar. Inggris harus memperlambat peluncuran vaksin COVID-19 bulan depan karena krisis pasokan yang disebabkan oleh penundaan pengiriman jutaan suntikan AstraZeneca dari India, dan kebutuhan untuk menguji stabilitas 1,7 juta dosis tambahan.
Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York, menyebutkan, Eropa melihat minggu ketiga berturut-turut meningkatnya kasus Covid-19 dan dengan rintangan vaksinasi yang masih ada.
Sejumlah negara Eropa juga telah menghentikan penggunaan suntikan AstraZeneca karena kekhawatiran tentang kemungkinan efek samping. Hal tersebut terjadi meskipun Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan Eropa harus terus menggunakan vaksin tersebut.
Sementara persediaan minyak mentah AS naik untuk empat minggu berturut-turut setelah cuaca dingin yang parah di Texas dan bagian tengah negara itu pada Februari memaksa penutupan kilang-kilang. Pedagang mengatakan stok bisa meningkat lebih lanjut setelah WTI pada 12 Maret beralih dari kemunduran ke contango, di mana kontrak bulan depan lebih murah daripada bulan kedua.
Adapun Badan Energi Internasional (IEA) mrilis gambaran pesimistis yang tak terduga dari tren permintaan. Sekarang memperkirakan permintaan minyak dapat kembali level sebelum krisis corona pada 2023. Kenaikan dolar juga berkontribusi pada aksi jual minyak. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
BISNIS
Baca: Harga Minyak Melejit ke USD 70,56 per Barel setelah OPEC+ Putuskan Batasi Suplai