Limbah Batu Bara Dihapus dari Kategori B3, Walhi: yang Sorak-Sorai Investor
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 15 Maret 2021 05:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai langkah pemerintah menghapus limbah batu bara fly ash dan bottom ash (FABA) dari kategori B3 atau limbah berbahaya hanya memuluskan kepentingan investor. Kebijakan ini dianggap bisa menekan ongkos produksi perusahaan, tapi tidak berpihak pada lingkungan.
“Siapa yang sorak-sorai? Yang sorak-sorai adalah investor. Karena target produksi (batu bara) yang semakin meningkat, limbah ini akhirnya dikeluarkan (dari B3),” ujar Direktur Eksekutif Kalimantan Tengah Dimas Novian Hartono dalam diskusi virtual pada Ahad, 14 Maret 2021.
Dengan keluarnya limbah batu bara dari kategori berbahaya, pelaku usaha akan memperoleh keuntungan karena pengelolaannya lebih murah. Kebijakan yang mempertimbangkan sisi ekonomi tersebut akhirnya akan mendorong investasi masuk.
Namun dampaknya, pengelolaan limbah di sisi hilir akan menjadi longgar dan memperparah kerusakan lingkungan. Di Kalimantan Tengah, Dimas mengatakan, banyak kebocoran yang terjadi karena kapasitas tempat pembuangan tak lagi mampu menampung limbah. Kebocoran ini mengancam hajat hidup masyarakat di sekitar tempat penampungan akibat paparan unsur-unsur kimia.
Karena itu, Dimas memandang kebijakan pemerintah hanya tunduk pada pasar alih-alih melindungi masyarakat. “Kewenangan yang harusnya tinggi akhirnya dikangkangi dengan kebijakan investasi masuk ke Indonesia,” katanya.
<!--more-->
Pemerintah kini telah menghapus limbah batu bara FABA dari kategori B3. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Adapun FABA merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, Nur Hidayati, berpendapat sikap pemerintah mengeluarkan limbah batu bara dari kategori berbahaya bukan model ekonomi sirkular meski alasannya untuk pemanfaatan. Konsep ekonomi sirkular, kata Nur, mengedepankan prinsip zero waste atau nol sampah.
“Pemerintah salah kaprah, seolah-olah ini sirkular ekonomi. Padahal kalau semata-mata pemanfaatan limbah, bukan konsep sirkular ekonomi yang sesungguhnya,” kata dia.
Nur berpandangan kebijakan dalam aturan turunan Omnibus Law ini hanya akan memutihkan kejahatan pencemaran lingkungan. Seumpama limbah batu bara tidak digolongkan dalam kategori berbahaya, proses pembuangannya bisa disamakan dengan limbah biasa sehingga dampaknya berkali lipat lebih mengancam.
“Limbah batu bara bisa dibuang ke alam hanya dengan memenuhi baku mutu kualitas, tapi sebetulnya tingkat toksisitasnya tidak diketahui,” ujar Nur.
Baca: Limbah Batu Bara Cemari Air Sumur, Warga Cilacap Akan Demo Pekan Depan