Tak Semua Limbah Batu Bara Masuk Kategori Bahaya, Ini Penjelasan Lengkap KLHK
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 12 Maret 2021 17:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati membeberkan alasan pemerintah mengecualikan salah satu limbah batu bara dari kelompok bahan berbahaya dan beracun (B3). Jenis abu itu adalah yang dihasilkan dari sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler.
Vivien menyebutkan, abu dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masuk ke kategori bukan B3 karena telah melalui pembakaran dengan suhu tinggi. Dengan begitu, abu tersebut memiliki kandungan karbon lebih kecil dan dapat dimanfaatkan menjadi produk lain.
"Kenapa dikategorikan sebagai limbah non-B3, pulverized coal yang punya PLTU, karena pembakaran batu bara di kegiatan PLTU pada temperatur tinggi sehingga karbon dalam fly ash dan bottom ash (FABA) menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan," kata Vivien dalam konferensi pers virtual, Jumat, 12 Maret 2021.
Dengan begitu, FABA atau abu sisa pembakaran batu bara dapat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan, substitusi semen, bahan aspal untuk jalan dan berbagai macam manfaat lain.
Vivien sebelumnya juga menegaskan bahwa tidak semua FABA dimasukkan dalam kategori non-B3. Hanya abu pembakaran di luar fasilitas stoker boiler atau tungku industri, seperti antara lain PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker, yang dimasukkan dalam kategori non-B3.
<!--more-->
Adapun abu dari fasilitas stoker boiler tetap masuk dalam kategori limbah B3 dengan fly ash atau abu terbang memiliki kode limbah B409 dan bottom ash atau abu padat dengan kode B410.
FABA dari fasilitas stoker boiler masih masuk dalam kategori B3 karena belum memenuhi syarat karena masih dibakar dengan temperatur rendah sehingga kandungan karbonnya masih tinggi.
Aturan baru itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan yang merupakan turunan UU Cipta Kerja. Beleid itu pula yang ditentang oleh para pegiat lingkungan karena hanya akan membahayakan masyarakat di sekitar lokasi industri.
Sementara itu, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah meminta pemerintah mengkaji ulang keputusan tersebut. Pasalnya, tetap ada risiko limbah batu bara itu akan bocor ke lingkungan di sekitar situs penghasil FABA.
Selain itu, untuk benar-benar bisa menguji pemanfaatan limbah batu bara dari PLTU itu dibutuhkan pengujian di tiap pembangkit. "Tingkat bahaya atau beracun abu batu bara bisa jadi berbeda-beda antara pembangkit. Tergantung pada jenis batu baranya, teknologi pembakarannya dan alat pengendali pencemaran udaranya," kata Fajri.
ANTARA
Baca: Bos Bukit Asam Cerita Bagaimana Selama Ini Sulit Manfaatkan Limbah Batu Bara